CERITA: 45 Jam di Depan Layar Komputer


45 jam Layar Putih

Penny L Raja



Hujan deras mengguyur atap rumah hunianku. Saat itu, sore kira-kira jam 5, aku mendengar dering nyaring telepon genggamku. Intro panjang lagu pop dari Imagine Dragon menjerit memanggilku. Bang Dedy Gunawan Hutajulu menelponku. “Halo bang, ada apa tuh,” sahutku berusaha mendekatkan speaker ke telingaku. “ Dek, kau sibuk? Aku butuh bantuanmu dek.” Agak terkejut asal abang ini menelpon. “Ya, apa kira-kira tuh bang?” Aku menganggap diriku seperti jinny (seorang jin cantik di acara TV tempo dulu, Jinny Oh Jinny). 

Jin yang selalu siap sedia mengabulkan setiap permohonan yang dihaturkan padanya. “Dek, tanggal 5 sampai 7 oktober kau sibuk? Ayo ikut pelatihan menulis dek. Pelatihannya nanti diadakan di daerah simpang pos. Kalian akan dilatih oleh seorang penulis cakap dari Belanda.” Pikirku keren sekali karena akan dilatih dari orang yang berasal dari negeri kincir angin tersebut. “Oh, mantap tuh bang. Bolehlah aku coba. Bayar berapa pelatihannya bang?” Pikirku tanggal segitu aku tidak memiliki jadwal. “Gratisnya dek.” “Maulah aku kalau gratisan bang.” “Okelah dek, jangan sampai gak jadi ya dek.” “ Iya, bang.” Jawabku mengakhiri pembicaraan. 

Masih ada waktu sebulan lagi. Aku bisa mengejar target ujian penelitianku sebelum tanggal segitu. Jadi, aku pacu sekali mengejar perbaikan dan dosen-dosen yang terlibat dalam penelitianku. “Pelatihan menulis ini pasti keren sekali”. Pikirku sejenak. 
Tidak terasa sudah mendekati minggu-minggu pelatihan. Sepertinya ada panitia khusus yang akan mengurus segala persiapan. Ternyata si abang yang menghandle semua kebutuhan disana. Terkadang  menyuruh aku dan saudaraku yang akan membantunya.




Hari Pertama

Setibanya kami di mess tempat jam sebelas pagi. Mess GKPS tempat kami berhimpun untuk pelatihan. Mess tua berlantai tegel tua. Di halaman depannya ditumbuhi sebuah pohon jambu merah. Jambu air merahnya kecil sekali. Pas sekali sudah matang. Ingin sekali memanen beberapa saja. Tetapi, aku segan meminta. Ya sudahlah. Jadi pajangan saja. 

Sesuai run down, kami seharusnya berkumpul jam sepuluh pagi. Tetapi, tampaknya aku dan saudaraku jadi pengunjung pertama. Mungkin mereka masih di jalan. Gumamku. Tak terasa sudah tengah hari lewat. Matahari seolah-olah tepat berada di atas kepalaku. Muncullah salah satu pemateri kami. Abang itu terlihat sibuk dengan peralatan pelatihannya. Dia mulai mengajak kami ke sebuah aula tempat kami akan berlatih selam 3 hari 2 malam. 

Kami ikuti saja. Lalu beberapa yang lain juga mulai datang. Si abang menyuruh kami makan siang dahulu. Karena pelatihan akan dimulai sebentar lagi. Aku dan beberapa yang lain pun memutuskan untuk makan siang bersama di rumah makan seberang mess.

Sudah pukul dua. Hari mulai mendung. Kami pun bergegas masuk menapaki mess itu. Rupanya sudah tiba sang pemateri utama. Bang Fotarisman namanya. Berbadan besar. Walau saat itu hujan deras, tetapi suaranya nyaringnya tak kalah saing dengan guyuran air hujan. 

Santapan pembuka yang diberikan kepada kami. Mengapa menulis itu penting? Apa syarat menjadi seorang penulis? Darimana kita mulai menulis? Apa yang harus kita tuliskan? Ternyata keempat pertanyaan tersebut meskipun tidak dibangun dari kalimat-kalimat kiasan, memiliki arti yang luar biasa. 

Melalui menulis, kita dapat mengetahui legenda-legenda di Alkitab. Kamu tau apa bedanya Alkitab dengan buku-buku yang lain? Alkitab tidak hanya sebuah buku, melainkan buku yang penulisnya selalu hadir dimanapun kita berada. Kamu tahukan siapa penulis itu? Dia adalah Roh Kudus. Melalui tulisan, kita juga dapat mengubah cara berpikir orang lain. Itulah sebabnya dengan tulisan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca-pembacanya. 

Menulis adalah menciptakan sesuatu. Itulah sebabnya banyak kondisi yang semestinya kita penuhi untuk menjadi seorang penulis. Supaya tulisan yang ditulis memiliki nilai dan sahih. Ternyata untuk menulis, kita harus memiliki niat untuk menulis. Tulisan yang dibangun juga harus kredibel. Akurasi sumber dan informasi merupakan hal yang sangat krusial. Perlu data-data yang valid dan jelas asalnya. Semua kondisi tersebut bermuara menjadi satu. Agar tulisan tersebut layak untuk dikonsumsi bagi setiap pembaca. 

Materi pertama kami adalah kata ‘bencana’. Karena Indonesia akhir-akhir ini dirudung duka, kami mengambil satu kata itu. Kami disuruhnya menuliskan sebuah kalimat dengan kata tersebut. Benar, abang melihat bahwa kami memiliki potensi dalam menulis. Akan tetapi, seni menulis yang ingin diajarkannya adalah seni menulis kemanusiaan. 

Menulis kemanusiaan yang dimaksudkan adalah melibatkan setiap indera dalam menulis. Menulis berdasarkan pengamatan dan juga pengalaman. Ia menyebutnya prior knowledge. Prior knowledge mengandung arti bahwa kita dapat menulis dengan menggunakan pengetahuan sebelumnya yang kita miliki. Pengetahuan tersebut secara signifikan dapat mempengaruhi seseorang untuk menulis. Bermodalkan prior knowledge, kita dapat memulai menulis tentang sesuatu yang spesifik dengan diri kita. Luar biasa. 

Di dalam himpunan tersebut, teknis utama yang diajarkannya adalah ide pokok tulisan tersebut. Ide pokok yang menjadi pembeda dalam suatu cerita. Ide pokok dibangun agar tulisan tersebut tidak berpiknik. Ngalor ngidul. Jalan kesana kemari. Tulisan menjadi tidak ngawur. 

Kami tidak hanya menyerap informasi tersebut. Beliau langsung menyuruh kami mengeksekusi otak dan tangan kami. Meskipun sampai tengah malam hari, tetapi yakinlah, pekerjaan ini bukan rodi. Apalagi romusha. :D



Hari Kedua

Sudah pukul tengah tujuh pagi. Enam jam masih waktu tidur yang normal. Bergegas bangun. Namun, tidak lupa langsung hantarkan syukur pagi padaNya. Beberapa pergi ambil sarapan pagi. Beberapa langsung bergegas mandi pagi. Beberapa lagi ada nyanyi lagu rohani pagi. Sungguh teduh menyejukkan hati. Apa daya aku langsung sigap diri begitu kulihat piring bermalam menyorotiku. Rupanya belum nyuci piring. 

Aku mengajak beberapa teman untuk bersama membersihkan ruangan aula pelatihan kami. Karena sebentar lagi kami akan melanjutkan pelatihan menulis kembali. Kami semuanya berkumpul bersiapkan diri menerima pengajaran baru. Topik menulis kami tentang cara membuat tulisan penuh. Kuncinya membangun sebuah pemicu, argumentasi, dan daya analisis. 

Tidak lepas dari ide pokok juga. Setiap paragraf harus memunyai ide pokok. Ide pokok bisa ditulis dalam beberapa paragraf. Satu paragraf terdiri dari 2 sampai maksimal 4 kalimat. Dan satu kalimat terdiri dari 2 sampai maksimal 20 kata. Tulisan aktual yang dibangun jangan jadi bersifat insinuasi. Kecuali kalau tulisannya curahan hati. Kalau sekedar tulisan curahan hati untuk apa rumit-rumit pakai ide pokok. :D Tidak perlu lama berwacana, tulisan baru langsung segera kami eksekusi.

Tidak terasa sudah sampai tengah hari. Bang Fota memberikan waktu relaksasi sejenak sembari makan siang. Pemateri selanjutnya dari undangan dadakan Bang Dedy. Bang Erix Hutasoit namanya. Melalui momen-momen berharga ini, kami diberi kesempatan berjumpa dengan orang-orang menginspirasi. 

Modal ingatanku yang sekilas, abang ini adalah salah satu dari jutaan orang yang peduli dengan pendidikan. Menyelesaikan pendidikan S1-nya dari Universitas Medan Area dan berkesempatan melanjutkan pendidikan S2-nya di Brigham University, Inggris. Dia peroleh beasiswa untuk bisa sekolah kesana. Memang benar tidak ada yang tidak mungkin. Akan tetapi, mari kita lihat apa yang lebih keren dari hal itu. Dedikasi ilmunya untuk pendidikan di Indonesia menyeret dia sampai ke pedalaman Kalimantan Utara.

Lebih keren lagi, pekerjaannya membuat dia harus berteman dengan banyak buaya. Buaya Kalimantan berkeliaran di sana. Perjalanan yang ditempuhnya melewati sungai-sungai Kalimantan selalu memicu hormon adrenalinnya. Semua itu dia lakukan karena kecintaannya pada pendidikan. 

Prinsipnya bahwa setiap anak berhak untuk menerima haknya. Salah satunya adalah mengecap pendidikan. Melalui pendidikan, kita memperoleh kesetaraan hidup. Pendidikanlah yang memanusiakan manusia. Ia juga mengajarkan bahwa menulis adalah menyampaikan suatu pesan bagi setiap pembacanya. “Mulailah menulis dari suatu peristiwa di sekitar kita.” Begitu katanya. 

Aku coba menghubungkan kedua hal krusial itu. Pendidikan dan menulis. Peran tulisan sebagai media massa dapat mempercepatkan mutu pendidikan. Lagi-lagi memang besar manfaat menulis. Selain mencegah penyakit alzemeir dini.

Setibanya jam dua siang. Semua peserta sudah siap siaga. Peringatan dari awal kalau pemateri kali ini super badai disiplin. Tidak kalah dengan Bang Fota. Dengan style muda menopeng semua peserta. Kami diadu berapa usia si abang. Tiga puluh empat. “Tiga puluh satu.” Jawabku. Ternyata si abang sudah 43 tahun. Kebalikannya. Kami semua tertipu. 

Beliau datang dengan membawa sebuah buku berjudul #KamiJokowi. Buku ini disayembarakan untuk kami yang mampu memberi pertanyaan sulit baginya. Setelah banyak memberi materi, beliau mengadu kami untuk bertanya. 

Sesi pertama dia buka kesempatan bagi kami. Kutunggu. Kupandangi ke arah depan. (Dimana-mana aku memang suka sekali duduk di belakang-belakang :D). Belum ada yang bertanya. 

Lanjut si abang berkoar lagi. Kali ini topiknya tentang menuntut untuk menjadi lebih terampil.
Ada sekira sepuluh menit berbicara, si abang mondar mandir melangkah. Beliau kembali buka sesi untuk bertanya. Aku pun mengangkat tanganku mengunjuk atap. Si abang menunjukku. Aku melontarkan sebuah pertanyaan. 

Sebenarnya pertanyaan ini sudah lama kupendam. Jauh kira-kira tiga belas hari yang lalu saat aku berada di Pangkalan Kerinci, Pekanbaru. Saat itu ada gathering bagi kami scholars selama 5 hari di sana. 

Pertanyaan ini sebenarnya hendak kutujukan pada seorang guru besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia. Jarang sekali bila orang akademisi tidak mengenal dia. Prof. Dr. Rhenald Khasali. Ituloh,  Artis Iklan Tolak Angin Sid*muncul. Seorang praktisi dan akademisi bisnis asal Indonesia. Pria dengan gelar Ph.D dari University of Illinois ini sangat produktif dalam menulis. Sudah banyak sekali buku-buku karya tulisannya. Apalagi yang membooming akhir-akhir ini tentang yayasan yang  Rumah Perubahan. Beliau Foundernya.

Saat itu di Kerinci kali kedua aku berjumpa dengannya. Kesempatan yang besar saat itu aku bisa berjarak lebih dekat dengannya. Hanya satu meter dengannya. Pertemuan pertama di ruangan biro akademik USU. Saat itu, sangat sulit untuk melihat wajahnya. Sangat bersyukur bisa mendengarkan ilmunya kemarin. Sayangnya di akhir Inspiration Talk di sana, aku segan sekali minta selfie dengannya. :(

Pertanyaan tersebut spontan keluar dari benakku karena saat itu bagi siapa yang bertanya  kepadanya akan diberikan sebuah kaos oblong putih keren berlogo Asian Games 2018. Kaos tersebut berasal dari beasiswa yang kuperoleh sebagai sponsor besar saat ajang perlombaan berkelas  beberapa bulan yang lalu diadakan di Jakarta dan Palembang. Hanya saja pertanyaan tersebut tidak kuhubungkan dengan kondisi Indonesia yang bakal alami bonus demografi pada tahun 2020-2035 mendatang. 

Aku tak memperoleh kesempatan terpilih sebagai penanya karena salah motivasi (Hehe, pengen kali kaosnya :( ). Akan tetapi, jujur saja. Rasanya penasaran sekali. 

Akhirnya aku pun diberi lagi kesempatan untuk bertanya pada momen luar biasa ini. Namun, kali ini aku tidak terlalu berharap dapat buku itu. Takut jadi kecewa lagi. 

Tanyaku, kita yang hidup di abad-21 ini, terkenal dengan generasi milenial. Era yang tidak sekedar berada pada kemajuan teknologi, tetapi sudah pada tingkatannya untuk menjadi orang yang kreatif. Bla bla bla. Jadi inti pertanyaanku, masih abad ke-21 ini saja sudah menuntut kita jadi orang kreatif. Bagaimana era selanjutnya? Apa lagi yang menuntut kita selain menjadi orang kreatif. Tuntutan ini saja sudah cukup sulit diikuti. Bahkan jadi beban mental bagi kalangan muda. 

Generasi muda yang harusnya menjadi kreatif. Mengembangkan sesuatu lebih inovatif, tetapi tidak semua bisa menyanggupinya. 

Si abang menjawab. “Harus hidup lebih kreatif lagi.” Masa dimana perkembangan teknologi akan merangkai suatu kecerdasan buatan. Nama kerennya artificial intelligence/AI. Kecerdasan buatan memiliki arti membangun suatu sistem yang dimasukkan ke dalam suatu mesin komputer yang diprogram sedemikian rupa untuk dapat mengerjakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. 

AI memotorisasikan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan perlakuan-perlakuan yang cerdas. Penerapan AI ini, akan menjawab semua permasalahan manusia selama terprogram pada suatu database. Pekerjaan seperti perencanaan, penjadwalan, pelayanan pelanggan (customer relationship management), mengenali tulisan tangan, suara dan wajah akan menjadi solusi permasalahan pelik manusia. 

Hal di atas masih beberapa contoh pekerjaan. Akan ada waktu dimana terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran karena sudah tidak diperlukan lagi bagi instansi tersebut. Dan ini sudah diterapkan.

 Aku beri contoh saat aku berada di Pekanbaru beberapa minggu lalu. Hutan yang dimiliki oleh perusahaan APRIL (Asia Pasific Resources International Limited) atau sebut PT. RAPP seluas lebih kurang 150.000 Ha. Dan tentunya membutuhkan pantauan penanaman bibit sebagai regenerasi lahan hutan yang telah ditebang untuk pembuatan bubur kertas dan kertas.

Tenaga kerja tidak lagi dibutuhkan. Drone diluncurkan. Drone merupakan sebuah perangkat berbentuk pesawat mini yang diterbangkan menyerupai helikopter. Drone dikendalikan dengan menggunakan remote control oleh seorang pengendali. Salah satu manfaatnya adalah untuk pemetaan lahan, untuk mendeteksi kesehatan vegetasi tanaman dengan menggunakan sensor Lidar. Meski meraup dana yang sangat tidak murah untuk dapat merangkai perangkat ini, tetapi drone sangat multifungsi.

Salah satu contoh ini menuntut kita sebagai umat insani untuk memacu pemikiran kita menjadi lebih kreatif. Timpal Bang Erix. Jawaban yang lugas dan tegas.Terjawab sudah. Berkatku, yang lain ikutan juga bertanya. Bang Erix kewalahan. Banyak yang bertanya pengalamannya di Kalut. Ada juga yang bertanya tentang buayanya. :D

Sesi bertanya berakhir. Usut punya usut. Si abang mau bagikan buku. Aku memandang saja. Tidk apa-apa, gumamku. Yang penting terjawab. Rupanya si abang mengunjukku.

Akhirnya, berkat pertanyaan tersebut, buku #KamiJokowi mendarat di tanganku. Beliau juga minta foto mendokumentasikan kedermawanannya ngasih buku samaku. :D. Buku 255 lembar halaman tersebut kiranya dapat menambah perpustakaan kosa kataku dan menjadi tambahan pengetahuan bagi si pembaca lain.

Setelah berakhir sesi dengan si abang Erix. Lanjut pemateri dari si bang Dedy. Seorang jurnalis keren dari media massa Analisa tak kalah berkarya. Struktur menulis sebagai senjata juga diajarkan olehnya. Beliau juga menyampaikan bahwa melalui tulisan kita bisa mengubah kondisi hidup seseorang. Banyak sekali tulisannya yang dibaca dan menolong keterpurukan hidup seseorang. Dan kisah-kisah itu mewarnai perjalanan hidupnya. Namun, beberapa orang yang ditolongnya tidak tahu diri. Hal itu terkadang membuatnya geram. 

Ia juga berkisah, melalui menulis pernah membawanya ke negeri Kanguru. Australian, aku sebut aussie salah satu tempat impianku. Entah kapan aku kesana. Aku hanya membayangkan saja.

Bang Dedi memberikan beberapa video testimoni hidup seseorang yang diubahkan melalui kegiatan menulis. Bagiku itu bukan sekedar video testimoni, melainkan kesaksian hidup seseorang. Luar biasa sekali. 

Penulis itu ibarat pahlawan di balik layar. Setiap rangkaian kata memberi makna dan harus dipertanggungjawabkan. Karena untaian kata-kata tersebut dapat menentukan nasib kehidupan seseorang. Melalui pelatihan menulis tersebut, kami perempuan belajar menjadi calon ibu-ibu yang baik. Kata Bang Dedy, belajar menjahit kata-kata dan membumbui kalimat. Tentunya harus didukung dengan data valid dan senjata menulis yang tepat. Materi menulis ini tidak kami dapat di bangku kami berkuliah. 

Hari Ketiga

Bangun tidur di pagi hari. Jangan lupa gosok gigi. Mari kita sambut sang mentari. Dengan ibadah minggu pagi. begitulah sepenggal pantun menyambut rasa syukur dari berkat Tuhan yang mengitari. Tidak ada yang kebetulan. Bahkan nats firman Tuhan dari 2 Timotius 4: 1-8 memberikan suatu makna pengajaran yang besar. 

Ada kata ‘perkamen’ dalam perikop tersebut. Pas sekali dengan kegiatan yang sedang kami kerjakan ini. Gumamku dalam hati. Aku berusaha mengaitkannya. Melalui perikop ini, kiranya perkamen menjadi wadah untuk memuliakan Tuhan. Memenuhi panggilan pelayanan melalui tulisan-tulisan yang membidik informasi bermanfaat untuk dibagikan kepada orang lain. Kiranya kita bisa menjadi Paulus-paulus zaman now. Banyak sekali cara yang dipakai Tuhan untuk memuliakanNya. 

Tetapi, mari kita ingat pesan moralnya. Menjadi penulis berarti harus menjadi pembaca dan pendengar yang baik. Untuk itu, agar otak dan tangan dapat bersinergis dengan baik, dekatkan otak dan tangan dengan baik. Caranya adalah dengan membaca buku.

Proses-proses membaca buku senantiasa akan mendekatkan tangan-tangan kita ke otak kita. Marilah kita bersama membudayakan diri untuk membaca dan memenuhi panggilannya. Dengan kamu membaca tulisan ini, sekiranya kamu sudah melakukannya.



 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjadwalan Proyek dengan Jaringan PERT/CPM