DIKSI
Bab
1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Standar Kompetensi bab ini adalah kompetensi
kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam menentukan diksi. Bahasa
terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah sampai
tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat. Ketika kita menulis dan
berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan ucapan. Maka
dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, supaya
ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata-kata yang digunakan
dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Tidak
dibenarkan menggunakan kata-kata dengan sesuka hati, tetapi harus mengikuti
kaidah-kaidah yang benar.
Menulis
merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus-menerus dalam bentuk
tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, perasaan
(ekspresif). Untuk itu penulis atau pengarang membutuhkan keterampilan dalam
hal struktur bahasa dan kosa kata. Yang terpenting dalam menulis adalah
penguasaan kosa kata yang merupakan bagian dari diksi. Ketepatan diksi dalam
membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat diabaikan demi menghasilkan
tulisan yang mudah dimengerti.
Diksi dapat
diartikan sebagai pilihan kata pengarang dalam mengggambarkan “cerita” pengarang.
Walaupun dapat diartikan begitu, diksi tidak hanya pilih-memilih kata saja atau
mengungkapkan gagasan pengarang, tetapi juga meliputi gaya bahasa,
ungkapan-ungkapan.
Bab
2
Pembahasan
2.1 Pengertian Diksi
Diksi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 1994) pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia
adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.
Menurut Harimurti (1984) dalam Kamus Linguistic, menyatakan bahwa diksi adalah
pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara
di dalam umum atau dalam karang-mengarang. Fungsi dari diksi antara lain :
- Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
- Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
- Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
- Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian teknis dalam hal karang-
mengarang, hal tulis-, menulis, serta tutur sapa. Gaya bahasa sebagai bagian
dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-ungkapan individu atau karakteristik,
atau memiliki nilai artistik yang tinggi.
Diksi dalam arti aslinya dan
pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis
atau pembicara. Arti kedua diksi yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi
kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami
hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini
membicarakan pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya.
Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
Diksi memiliki beberapa bagian pendaftaran
kata formal atau informal dalam konteks sosial adalah yang utama. Analisis
diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan
karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan
fisik menggambarkan karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang
berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif. Diksi juga
memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks. Selain itu juga Diksi,
digambarkan dengan kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat
didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti
kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan
gaya atau kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan
yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai
(cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar.
Jika dilihat dari kemampuan pengguna
bahasa, ada beberapa hal yang mempengaruhi pilihan kata, diantaranya :
- Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ‘diamanatkan’.
- Kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
- Menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.
2.2
Persyaratan Diksi
Dua
persyaratan pokok yang harus diperhatikan dalam memilih kata (diksi) yaitu
Ketepatan dan Kesesuaian. Ketepatan
adalah kesesuaian pemakain unsur unsur yang mebentuk suatu kalimat
sehinggatercipta suatu pengertian yang pasti / masalah ketepatan memiliki kata
untuk mengungkapan sebuah gagasan atau ide. Tepat artinya kata-kata yang
dipilih itu dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan.
Persyaratan kesesuaian menuntut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan
kesempatan dan keadaan pembaca. Kesesuaian adalah kecocokan dalam mempergunakan
kata, kecocokan pertama-tama mencakup soal kata mana yang yang akan digunakan
dalam kesempatan tertentu. Walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan tambahan
berupa perbedaan tata bahasa, pola kalimat, panjang atau kompleknya suatu
alinea, dari beberapa segi lain.
Syarat Ketepatan Pemilihan Kata
Terdapat 6 syarat yaitu :
1. Dapat
membedakan antara denotasi dan konotasi
Contoh : Bunga Mawar, Bunga Bank
2. Dapat
membedakan kata-kata yang bersinonim
Contoh : Pengubah, Peubah
Contoh : Pengubah, Peubah
3. Dapat
membedakan kata kata yang hampir mirip dengan ejaannya
Contoh : Karton - kartun- Preposisi – Proposisi
Contoh : Karton - kartun- Preposisi – Proposisi
4. Dapat
memahami dengan tepat kata kata abstrak
Contoh : Kebijakan, Kebajikan, Kebijaksanaan
Contoh : Kebijakan, Kebajikan, Kebijaksanaan
5. Dapat
memakai kata penghubung yang berpasang secara tepat
Contoh : Antara......dan....Baik...maupun....
Contoh : Antara......dan....Baik...maupun....
6. Dapat
membedakan kata-kata umum dan kata khusus
Contoh : Kata umum : melihat
Contoh : Kata umum : melihat
Kata
Khusus : melirik, melotot, mengamati, mengawasi
Syarat-syarat Kesesuaian diksi adalah sebagai berikut:
1.
Hindarilah sejauh mungkin bahasa aatau
unsur substandard dalam situasi yang formal.
2.
Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam
situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan
pembicara mempergunakan kata-kata popular.
3.
Hindarilah jargon dalam tulisan untuk
pembaca umum.
4.
Penulis atau pembicara sejauh mungkin
menghindari pemakaian kata-kata slang.
5.
Dalam penulisan jangan mempergunakan
kata percakapan.
6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang
mati).
7. Jauhkan
kata-kata atau bahasa yang artifisial.
a). Pilihan kata
sesuai dengan kaidah kelompok kata/ frase
Pilihan
kata/diksi yang sesuai dengan kaidah kelompok kata/frase, seharusnya pilihan
kata/diksi yang tepat, seksama, lazim, dan benar.
1). Tepat
Pengertian
tepat adalah pemilihan kata dengan menempatkan kelompoknya.
Contoh:
Makna kata lihat
dengan kata pandang biasanya bersinonim, tetapi kelompok kata pandangan mata
tidak dapat digantikan dengan lihatan mata. Kelompok kata pandangan mata memang
tepat susunannya sedangkan kelompok mata lihatan mata tidak tepat susunannya.
Jadi, walau kedua kata itu bersinonim, tetapi tidak dapat saling menggantikan.
Dengan kata lain, kedua kata itu mempunyai pasangan tertentu/ khusus yang
menimbulkan pengertian tepat.
2). Seksama
Pengertian
seksama adalah makna kata harus benar dan sesuai dengan apa yang hendak
disampaikan. Unsur seksama lebih ditekankan pada unsur kelompok katanya.
Contoh:
Kata besar,
agung, akbar, raya dan tinggi termasuk kata-kata yang bersinonim. Kita biasanya
mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah mengatakan hari
agung, hari akbar atau hari tinggi.
Unsur seksama
ini berhubungan dengan makna kata serta berpaut dengan pengertian sinonim,
homonim, antonim, polisemi, dan hipermini. Sinonim dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut ini:
1.
Pengaruh bahasa daerah
2.
Perbedaan dialek regional
3.
Pengaruh bahasa asing
4.
Perbedaan dialek sosial
5.
Perbedaann ragam bahasa
6.
Perbedaan dialek temporal
Contoh-contoh lainnya pemakaian
kata-kata yang bersinonim adalah sebagai berikut:
a)
Takdir dan nasib
b)
Menyimak, menanggap, menelaah
c)
Membahas, memaparkan, menguraikan
d)
Sewenang-wenang, dan tidak semena-mena
e)
Tukar dan ganti
Homonim ialah kata yang
bentuknya sama tetapi artinya berbeda-beda. Contohnya:
antara kata bisa yang berarti “ dapat ”dengan bisa yang berarti “ racun ” ialah yang disebut dengan homonim. Homonim ini terjadi disebabkan oleh dua hal:
antara kata bisa yang berarti “ dapat ”dengan bisa yang berarti “ racun ” ialah yang disebut dengan homonim. Homonim ini terjadi disebabkan oleh dua hal:
Kata yang berhomonim
yang berasal dari bahasa yang berlainan. Umpamanya kata bisa yang berarti “racun” berasal dari bahasa Melayu, sedangkan
kata bisa yang berart “dapat” berasal
dari bahasa Jawa. Kedua, kata-kata berhomonim itu terjadi karena hasil proses
morfologi. Misalnya, kata bentukan mengukur
dapat berarti ‘mempergunakan alat ukur’. Kata bentukan mengukur yang pertama berasal dari proses pengimbuhan me- pada kata
dasar kukur (me + kukur menjadi mengukur) sedangkan kata bentukan mengukur yang kedua berasal dari proses
pengimbuhan me- pada kata dasara ukur (me + ukur menjadi mengukur).
Homonim dapat dibedakan
atas dua bentuk yaitu: homofon dan homograf. Homofon artinya adalah kata
yang bunyinya sama, tetapi tulisannya berbeda dan artinya juga berbeda.
Contohnya adalah kata ‘bank’ dan ‘bang’ .Homograf adalah kata yang tulisannya sama,
tetapi bunyinya berbedan dan artinya juga berbeda. Contohnya adalah kata
‘teras’, e dilafalkan keras/ taling dan ‘teras’, e dilafalkan lemah.
Kata antonim berasal dari bahasa Yunani yaitu aroma yang berarti ‘nama’ dan anti yang berarti ‘melawan’. Jadi,
secara harafiah, antonim adalah dua patah kata yang maknanya berlawanan seperti
antara kata atas dengan kata bawah, antara kata hidup dengan kata mati.
Oleh sebab itu, kita hendaklah mampu membedakan dengan baik dan cermat
kata-kata yang berlawanan ini.
Polisemi berarti
sepatah kata mempunyai arti lebih dari satu. Polisemi dengan pengertian sepatah
kata yanglebih dari satu ini timbul karena sepatah kata yang asal-usulnya sama
ini dipergunakan dalam bentuk yang berbeda-beda. Dalam polisemi dapat terjadi
hal-hal berikut ini:
a)
Sepatah kata dapat berarti lebih dari
satu. Contoh :
a. Saya masih punya hubungan darah dengan keluarga Bu Rani. (darah=kesaudaraan).
b. Tubuhnya berlumuran darah setelah kepalanya terbentur tiang listrik. (darah=yang berada dalam tubuh).
a. Saya masih punya hubungan darah dengan keluarga Bu Rani. (darah=kesaudaraan).
b. Tubuhnya berlumuran darah setelah kepalanya terbentur tiang listrik. (darah=yang berada dalam tubuh).
b)
Kata yang mempunyai arti petunjuk benda tertentu dipakai
untuk memberi keterangan benda lain. Umpamanya adalah bagian-bagian tubuh
manusia seperti pinggang, leher, kaki, serta mulut. Kata-kata tersebut dipakai
untuk memberi keterangan benda lain dengan dasar perbandingan yang sama seperti
terdapat pada bentuk pinggang perahu, leher botol, kaki meja, dan mulut sungai.
c)
Sepatah kata konkret dapat pula dipergunakan untuk suatu
pengertian abstrak. Misalnya, kata-kata menyala, meluap serta berkobar pada
bentuk-bentuk berikut. Contohnya adalah kemarahan abang menyala-nyala karena
anak itu diam seribu bahasa.
d)
Kata yang sama berubah artinya karena berbeda indra yang
menerimanya. Gejala ini disebut sinestesia.
Misalnya, kata pedas dan manis.Contohnyaadalah
Kata-kata ayah si Amis sangat pedas untuk anak seusia dia.
Cabai itu rasanya sangat pedas.
Kata-kata ayah si Amis sangat pedas untuk anak seusia dia.
Cabai itu rasanya sangat pedas.
Hipermini ialah kata-kata yang maknanya mencakup makna
kata-kata yang lainnya. Misalnya, kata bunga melingkupi makna kata-kata anggrek, kamboja, mawar, melati. Kata-kata yang berhipermini
selalu bersifat umum karena maknanya meliputi sejumlah kata yang lainnya.
Hiponim adalah kata-kata yang maknanya termasuk di dalam
makna kata-kata lainnya. Misalnya, makna kata merah sudah termasuk serta merupakan bagian di dalam kata warna.
3). Lazim
Lazim adalah kata itu sudah menjadi milik bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, didalamnya janganlah dipergunakan ungkapan, frase
serta kata-kata yang belum menjadi milik Indonesia.
4.) Benar
Yang dimaksud
dengan benar adalah pilihan kata itu haruslah mempunyai bentuk yang sesuai
dengan kaidah-kaidah tertentu.
b). Pilihan kata sesuai dengan kaidah makna kata
Pilihan kata/diksi yang sesuai dengan makna kata harus
memperhatikan sudut makna kata itu sendiri. Makna kata itu meliputi:
a)
Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar
ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu
pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna
denotatif disebut maka konseptual, makna denotasional atau makna kognitif
karena dilihat dari sudut yang lain. Pada dasarnya sama dengan makna
referensial sebab makna denotasi ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang
sesuai dengan hasil menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau
pengalaman lainnya. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat
pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam
ujaran. Dalam beberapa buku pelajaran, makna denotasi sering juga disebut makna
dasar, makna asli, atau makna pusat. Dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa makna denotasi adalah makna sebenarnya yang apa adanya sesuai
dengan indera manusia. Kata yang mengandung makna denotatif mudah dipahami
karena tidak mengandung makna yang rancu walaupun masih bersifat umum. Makna yang bersifat umum ini maksudnya adalah
makna yang telah diketahui secara jelas oleh semua orang. Berikut ini beberapa
contoh kata yang mengandung makna denotatif:
1. Dia adalah wanita
cantik
Kata cantik ini
diucapkan oleh seorang pria terhadap wanita yang berkulit putih, berhidung mancung,
mempunyai mata yang indah dan berambut hitam legam.
2. Tami sedang tidur
di dalam kamarnya.
Kata tidur ini
mengandung makna denotatif bahwa Tami sedang beristirahat dengan memejamkan
matanya (tidur).
Masih banyak contoh
kata-kata lain yang mengandung makna denotatif selama kata itu tidak disertai
dengan kata lain yang dapat membentuk makna yang berbeda seperti contoh kata
wanita yang makna denotasinya adalah seorang perempuan dan bukan laki-laki.
Namun bila kata wanita disertai dengan kata malam (wanita malam) maka akan
menghasilkan makna lain yaitu wanita yang dikonotasikan sebagai wanita nakal.
b)
Makna
Asosiatif
Makna Asosiatif adalah makna
yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu
dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan
perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain yang
mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal
kata atau leksem tersebut.
Contoh:
Kata kursi berasosiasi dengan
’kekuasaan’. kata amplop berasosiasi dengan ’uang suap’.
Kata melati berasosiasi dengan ’sesuatu yang suci atau
kesucian’.
Kata merah berasosiasi dengan ’berani’ atau ’paham
komunis’.
Kata buaya berasosiasi dengan ’jahat’ atau juga
’kejahatan’.
Kata Cendrawasih berasosiasi dengan makna ’indah’. Makna asosiatif dibagi menjadi lima macam, antara lain:
a) Makna konotatif
Makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya
yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami
penambahan.
Contoh :
(1) Perempuan itu ibu saya.
(2) Ah, dasar perempuan.
Pada contoh (1) kata
perempuan memiliki makna sifat keibuan, saying, lemah, lembut, dan berhati
manias. Sedangkan kalimat (2) kata perempuan memiliku makna yang suka bersolek,
suka pamer, dan egoistis.
b) Makna stilistik
Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan
kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam
masyarakat.
Contoh :
-
‘perbandingan’: Seperti air di
daun keladi
Laksana bulan purnama
Semanis madu, sepahit empedu
- ‘pertentangan’,
Contoh:
Aduh, bersihnya
kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
Olah raga mendaki
gunung memang menarik perhatian meskipun sangat berbahaya.
-
‘pertautan’: Tolong ambilkan gudang garam itu (=rokok)
Beliau
telah pulang kerahmatullah.
c) Makna afektif
Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan
perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan
Contoh :
Seseorang berkata ”Datanglah ke pondok buruk kami”
urutan kata pondok buruk mengandung makna afektif terlihat
adanya rekasi yang berhubungan dengan perasaan pendengar. Kalau seseorang
berkata ”monyet’’ maka mengandung makna yang berhubungan atau
mengakibatkan perasaan tersinggung. Dengan
kata lain kata monyet memiliki makna yang berkaitan dengan
nilai rasa. Kata monyet berhubungan dengan penghinaan.
Contoh: Anjing kamu,
mampuslah!
Dasar bajingan!
-Seseorang yang ditegur dengan kata “Dasar anak bodoh”. Bagaimana perasaan
sipenutur terhadapnya atau dengan cara tidak langsung seperti “Bukannya tidak
pandai melainkan malas belajar”.
Makna afektif ini lebih terasa dalam bahasa lisan daripada bahasa tulisan.
Makna ini berhubungan dengan nilai rasa atau emosi pemakainya, ada sejumlah
kata yang secara konseptual bermakna sama tetapi secara emosional memiliki
nilai rasa yang berbeda.
d) Makna refleksi
Makna reflektif adalah makna yang timbul akibat pesapa menghubungkan makna
konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain sehingga menimbulkan
refleksi (assosiasi) kepada makna lain. Makna ini cenderung mengacu pada
hal-hal yang bersifat sakral (kepercayaan), tabu (larangan), atau tata krama
(kesopanan). Makna reflektif yang berkaitan dengan dengan sakral dan tabu
disebut maknapiktoral, sedangkan yang berhubungan dengan kesopanan
disebut maknagereplektif.
e)
Makna kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki
sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut
hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya.
Contoh :
garam, gula cebe, yang
berkolokasi dengan bumbu masak. cantik, molek, berkolokasi dengan wanita.
f)
Makna Interpretatif
Makna ini berhubungan dengan penafsiran danjuga tanggapan dari pendengar
maupun pembaca.
Contoh:
Si X menulis/berbicara
dan si Q mendengar/membaca. Lalu si Q kan memberikan penafsiran pilihan kata/
diksi yang dilakukan si X. Tafsiran dan tanggapan si Q haruslah sesuai dengan
pilihan kata si X.
c). Pilihan kata sesuai dengan Kaidah
Lingkungan Sosial Kata
Dalam pilihan
kata/diksi harus selalu meperhatikan lingkungan pemakaian kata-kata.
Lingkungan itu
dapat kita lihat berdasarkan:
1.
Tingkat sosial
2.
Daerah/geografi
3.
Formal dan non formal
4.
Umum dan khusus.
Dalam pilihan kata/diksi harus selalu
diperhatikan lingkungan pemakaian kata-kata. Dengan membedakan lingkungan itu, pilihan kata
yang kita lakukan lebih cepat dan mengena. Lingkungan itu dapat kita lihat
berdasarkan :
1.
Tingkat sosial yang mengakibatkan
terjadinya sosiolek
2.
Daerah/geografi yang mengakibatkan
terjadinya dialek
3.
Resmi/formal dan tidak resmi/non formal
yang mengakibatkan terjadinya bahasa baku/bahasa standar dan bahasa yang tidak
baku/bahasa nonstandar.
4.
Umum dan khusus yang mengakibatkan
terjadinya bahasa umum dan bahasa khusus/bahasa profesional
Bahasa
Indonesia tidak mengenal pemakaian bahasa berdasarkan tingkat sosial. Didalam
bahasa Indonesia kta-kata tertentu kita bedakan penggunaannya karena adanya
perbedaan rasa bahasa, seperti kasar, halus, sayang, benci, hormat, dll.
Pilihan
kata/ diksi juga harus memperhitungkan kata-kata dan makna yang profesional. Pilihan
kata /diksi berdasarkan profesi tidak sama dengan istilah. Pilihan kata
berdasarkan profesi merupakan pilihan kata yang telah kita lazimkan jika orang
membicarakan masalah tertentu.
Contoh:
Umum Profesional
Dibuat dirakit
Tengah madya
Tukang ahli
d). Pilihan kata sesuai dengan Kaidah
Mengarang
Pilihan kata pada bagian ini sangatlah
penting. Pilihan kata di sini haruslah tepat dan haruslah dapat mewakili apa
yang dimaksud. Pilihan kata yang sesuai karang-mengarang haruslah memperhatikan
hal-hal berikut ini:
I.
Pilihan kelompok kata yang berpasangan
tetap
Di dalam mengarang sebaiknya
dipergunakan kelompok kata yang berpasangan tetap. Terkadang adapula kata-kata
yang dapat dipasangkan dengan berbagai kata depan/ kata hubung lainnya. Contohnya:
terdiri dari, terdiri dalam, terdiri atas. Ditemani oleh, ditemani dari,
ditemani dengan.
II.
Pilihan kata yang langsung
Dalam karang mengarang sebaiknya dipilih
kata-kata yang langsung serta tidak mempergunakan kalimat, frase, maupun bentuk
yang bersifat uraian, panjang, dan berbelit-belit. Pilihan kata-kata itu
haruslah yang berisi, terarah dan lugas.
Contoh:
Contoh:
Ia
menelepon kekasihnya ,(Pilihan kata yang langsung)
Ia
memanggil kekasihnya melalui telepon, (Pilihan Kata yang panjang dan
berbelit-belit).
III.
Pilihan kata yang dekat dengan pendengar
atau pembaca
Pilihan
kata/diksi pada bagian ini harus sesuai dengan tingkat sosial, tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan lawan berbicara, sehingga pembicara/ penulis
dekat dengan pendengar/ pembaca.
2.3 Kata ilmiah, kata populer, kata
jargon dan Slang
Kata
ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar,
terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta
diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata
populer adalah bila kata populer digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari
pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada
tulisan-tulisan yang berbau pendidikan yang juga terdapat pada penulisan
artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata populer, berikut
daftarnya:
Kata Ilmiah
|
Kata
populer
|
Analogi
|
Kiasan
|
Final
|
Akhir
|
Diskriminasi
|
perbedaan perlakuan
|
Prediksi
|
Ramalan
|
Kontradiksi
|
Pertentangan
|
Format
|
Ukuran
|
Anarki
|
Kekacauan
|
Biodata
|
biografi singkat
|
Bibliografi
|
daftar pustaka
|
Jargon mengandung
beberapa pengertian. Pertama, jargon adalah kata-kata yang mengandung makna
suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan atau aneh. Kedua,
jargon diartikan sebagai bahasa yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa,
dianggap sebagai bahasa perhubungan. Ketiga, jargon diartikan sebagai kata-kata
teknis atau rahasia dalam suatu bidang tertentu.
Kata slang adalah kata percakapan yang tinggi atau murni. Kadang, kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau kadang berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna yang lain. Contoh Slang : asoy, manatahan, belumtahu, dia, dan sebagainya (bersifat sementara).
Kata slang adalah kata percakapan yang tinggi atau murni. Kadang, kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau kadang berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna yang lain. Contoh Slang : asoy, manatahan, belumtahu, dia, dan sebagainya (bersifat sementara).
2.4 Pilihan
kata dan penggunaannya
1). Kata dari dan daripada
Menurut Kusno B.S (1990:80-82) ada enam fungsi kata
depan dari, yakni:
a). Untuk menyatakan keterangan tempat asal sesuatu
atau menyatakan asal sesuatu dibuat.
b). Untuk menyatakan keterangan sebab.
c). Untuk menyatakan bahwa sesuatu merupakan anggota
dari suatu kelompok.
d). Kata tergantung + dari membentuk ungkapan tetap.
e). Untuk
menyatakan kekhususan atau pembatasan suatu hal.
f). Untuk menyatakan alasan (dari = berdasarkan).
·
Kata "dari".
Kata
dari dipakai untuk menunjukkan arah (tempat) asal (asal-usul). Perhatikan
contoh-contoh berikut :
1.
Pak Yudi berangkat dari Padang pukul 07.30.
2.
Perhiasan Bu Mora terbuat dari emas murni.
Kata
dari tidak dipakai untuk menyatakan milik atau kepunyaan. Contoh-contoh di
bawah ini menunjukkan pemakaian kata dari yang tidak benar :
1. Anggota DPRD dari Bengkalis mengadakan kunjungan ke daerah Gunung Pangilun.
2. Anak dari tetangga Pak Salman telah meninggal dunia.
1. Anggota DPRD dari Bengkalis mengadakan kunjungan ke daerah Gunung Pangilun.
2. Anak dari tetangga Pak Salman telah meninggal dunia.
·
Kata "daripada".
Kata
daripada berfungsi untuk membandingkan sesuatu benda atau hal dengan benda atau
hal lainnya.
Perhatikan
contoh-contoh berikut ini:
- Orang Batak lebih sukar dipahami daripada orang Minang.
- Orang beriman lebih baik daripada orang ingkar.
Berikut
contoh-contoh pemakaian kata daripada yang tidak benar:
1. Para pejabat itu semestinya tahu bahwa kepentingan daripada rakyat adalah yang utama.
2. Sejarah daripada perjuangan bangsa ini telah membuktikan bahwa imanlah sumber inspirasi dan motivasi yang paling kuat.
1. Para pejabat itu semestinya tahu bahwa kepentingan daripada rakyat adalah yang utama.
2. Sejarah daripada perjuangan bangsa ini telah membuktikan bahwa imanlah sumber inspirasi dan motivasi yang paling kuat.
2).
Kata pada
dan kepada
·
Kata “pada”.
a.) Digunakan
untuk waktu, manusia, hewan, tempat
dan benda-benda yang bersifat abstrak.
Contoh:
Kasut yang saya beli tadi ada pada
adik.
Sambutan Aidilfitri itu akan
diadakan pada malam Jum’at.
b). Sebagai pengantar keterangan waktu.
Contoh:
Pada hari Minggu banyak orang pergi ke Brastagi.
Saya pernah berjumpa dengan pada suatu sore.
c). Bersama-sama dengan kata tertentu membentuk suatu
ungkapan.
Contoh:
Pada prinsipnya saya menyetujui hal itu.
d). Dipakai bersama-sama dengan kata bergantung
menjadi bergantung pada.
Contoh:
Semua itu bergantung pada kemampuan saudara.
Dalam pemakaiannya, kata depan pada sering digunakan
kurang tepat, seperti:
Tolong ambilkan buku saya pada* laci meja itu.
Kata depan pada dalam kalimat-kalima di atas sebaiknya
diganti dengan kata depan di
·
Kata “kepada”
a). Untuk mengantar objek tak langsung pada kalimat.
Contoh:
Hal itu sudah dikatakannya kepada saya.
b). Untuk mengantarkan objek pada kalimat yang
predikatnya berupa adjektiva.
Contoh:
Pedagang yang didepan rumah kami itu sangat baik
kepadanya.
Dalam
struktur kalimat tertentu yang predikat kata kerja aktif transitif dan
bersufik-kan (melakukan pekerjaan untuk orang lain), kata depan kepada tidak
boleh digunakan untuk mengantar obyek penyerta atau obyek perbandingan.
Contoh:
Kakak membuatkan ayah segelas air putih.
Kakak membuatkan kepada* ayah segelas air putih.
Dalam contoh itu, sufik-kan sudah secara implisit
menyatakan kepada atau untuk.
Berikut contoh penyimpangan pemakaian kata depan
kepada, yakni:
Kepada* mahasiswa yang kehilangan kartu Perpustakaan
diharap melapor kepala tata usaha.
Mahasiswa yang kehilangan kartu Perpustakaan diharap
melapor kepala tata usaha.
3). Kata di dan ke
Ada dua cara
penulisan kata di dan ke, yaitu:
1.Dirangkaikan
dengan kata yang mengikutinya.
2. Dipisahkan dari kata yang mengikutinya.
Di ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya apabila kata yang mengikuti kata di tersebut tergolong kata kerja. Dalam istilah tatabahasa dikatakan apabila di tersebut tidak dapat digantikan oleh ke. Jadi, karena dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak ada bentuk keambil kebawa, ketulis, kebaca, dan kebeli, maka jika kata-kata dasar tersebut dihubungkan dengan di harus dituliskan dibawa, ditulis, dibaca, dibeli.
2. Dipisahkan dari kata yang mengikutinya.
Di ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya apabila kata yang mengikuti kata di tersebut tergolong kata kerja. Dalam istilah tatabahasa dikatakan apabila di tersebut tidak dapat digantikan oleh ke. Jadi, karena dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak ada bentuk keambil kebawa, ketulis, kebaca, dan kebeli, maka jika kata-kata dasar tersebut dihubungkan dengan di harus dituliskan dibawa, ditulis, dibaca, dibeli.
Contoh :
di + pegang
= dipegang
di + tembak = ditembak
di + terima = diterima
Sebaliknya jika kedudukan di tersebut bisa digantikan oleh ke maka penulisannya harus dipisahkan.
di + tembak = ditembak
di + terima = diterima
Sebaliknya jika kedudukan di tersebut bisa digantikan oleh ke maka penulisannya harus dipisahkan.
Menurut
istilah tatabahasa, di harus terpisah dengan kata yang mengikutinya
jika di berfungsi sebagai kata depan.
Kata
di dan ke berfungsi sebagai kata depan jika diikuti
oleh :
1. Kata benda
Contoh:
di rumah - ke rumah
di pasar - ke pasar
di sekolah - ke sekolah
di laut - ke laut
2. Kata yang menunjukkan arah atau tempat
Contoh:
di rumah - ke rumah
di pasar - ke pasar
di sekolah - ke sekolah
di laut - ke laut
2. Kata yang menunjukkan arah atau tempat
Contoh:
di sana - ke sana
di situ - ke situ
di dalam - ke dalam
di utara - ke utara
di situ - ke situ
di dalam - ke dalam
di utara - ke utara
Kata ke
harus ditulis serangkat dengan kata yang mengikutinya jika
ke tersebut;
1. Diikuti oleh kata bilangan, baik kata bilangan tentu maupun kata bilangan tak tentu
Contoh:
1. Diikuti oleh kata bilangan, baik kata bilangan tentu maupun kata bilangan tak tentu
Contoh:
ke + satu = kesatu
ke + sepulau = kesepuluh
ke + sekian = kesekian
ke + sepulau = kesepuluh
ke + sekian = kesekian
2.Diikuti oleh kata : kasih,
tua, hendak
3. Sebagai bagian dari kata yang bersangkutan.
3. Sebagai bagian dari kata yang bersangkutan.
Contoh:
kemarin, kemudian, kepala, kepada
kemarin, kemudian, kepala, kepada
Perlu
diperhatikan penulisan kata di bila diikuti kata
samping dan penulisan kata ke bila diikuti kata
luar. Masing-masing kata itu mempunyai dua bentuk penulisan, ada
yang digabung ada yang dipisah.
Di dan
samping ditulis terpisah jika menunjukkan arah atau tempat.
Contoh:
Rumahnya persis berada di samping Masjid Darul Hikmah Desa Aia Janiah Pematang Pudu, Duri.
Contoh:
Rumahnya persis berada di samping Masjid Darul Hikmah Desa Aia Janiah Pematang Pudu, Duri.
Di dan
samping ditulis serangkai jika kata tersebut mengandung makna kecuali
atau selain.
Contoh:
Disamping sebagai pegawai negeri, ia juga seorang wiraswastawan.
Perbuatan itu disamping merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain.
Kata ke dan luar ditulis terpisah apabila kata tersebut merupakan kebalikan dari kata ke dalam.
Disamping sebagai pegawai negeri, ia juga seorang wiraswastawan.
Perbuatan itu disamping merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain.
Kata ke dan luar ditulis terpisah apabila kata tersebut merupakan kebalikan dari kata ke dalam.
Contoh:
Ia sering bertugas ke luar kota.
Ia sering bertugas ke luar kota.
Yudi sering
bepergian ke luar negeri untuk mengajar tentang bahasa Minangkabau.
Ke dan luar ditulis serangkai jika kata tersebut lawan dari kata masuk.
Contoh:
Badu keluar dari perusahaan tempat ia bekerja untuk menjadi pengusaha.
Pramuka SIT Mutiara keluar masuk hutan untuk mendapatkan Penegak Garuda.
Ke dan luar ditulis serangkai jika kata tersebut lawan dari kata masuk.
Contoh:
Badu keluar dari perusahaan tempat ia bekerja untuk menjadi pengusaha.
Pramuka SIT Mutiara keluar masuk hutan untuk mendapatkan Penegak Garuda.
Bab
3
Simpulan
Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 1994) pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia
adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.
Dua
persyaratan pokok yang harus diperhatikan dalam memilih kata (diksi) yaitu
Ketepatan dan Kesesuaian. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata –
kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan
gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Syarat Ketepatan Pemilihan Kata
Terdapat 6 syarat yaitu:
1. Dapat
membedakan antara denotasi dan konotasi
2. Dapat
membedakan kata-kata yang bersinonim
3. Dapat
membedakan kata kata yang hampir mirip dengan ejaannya
4. Dapat
memahami dengan tepat kata kata abstrak
5. Dapat
memakai kata penghubung yang berpasang secara tepat
6. Dapat
membedakan kata-kata umum dan kata khusus
Syarat-syarat Kesesuaian diksi
adalah sebagai berikut:
1.
Hindarilah sejauh mungkin bahasa aatau
unsur substandard dalam situasi yang
formal.
2.
Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam
situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan
pembicara mempergunakan kata-kata popular.
3.
Hindarilah jargon dalam tulisan untuk
pembaca umum.
4.
Penulis atau pembicara sejauh mungkin
menghindari pemakaian kata-kata slang.
5.
Dalam penulisan jangan mempergunakan
kata percakapan.
6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang
mati).
7. Jauhkan
kata-kata atau bahasa yang artifisial.
Dalam pilihan
kata/diksi harus selalu meperhatikan lingkungan pemakaian kata-kata.
Lingkungan itu
dapat kita lihat berdasarkan:
- Tingkat sosial
- Daerah/geografi
- Formal dan non formal
- Umum dan khusus.
Dalam pilihan
kata/diksi harus selalu diperhatikan lingkungan pemakaian kata-kata. Dengan membedakan lingkungan itu, pilihan kata
yang kita lakukan lebih cepat dan mengena. Lingkungan itu dapat kita lihat
berdasarkan :
a. Tingkat
sosial yang mengakibatkan terjadinya sosiolek
b. Daerah/geografi
yang mengakibatkan terjadinya dialek
c. Resmi/formal
dan tidak resmi/non formal yang mengakibatkan terjadinya
bahasa
baku/bahasa standar dan bahasa yang tidak baku/bahasa nonstandar.
Umum dan khusus yang mengakibatkan
terjadinya bahasa umum dan bahasa khusus/bahasa profesional.
Daftar
Pustaka
Barus,
Sanggup. Drs, dkk. 2014. Pendidikan Bahasa Indonesia. Edisi
Revisi. Medan: Unimed Press.
Depdikbud. 1990.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta
: Balai Pustaka
Komentar
Posting Komentar