CERPEN: Pa, Jemput Aku Pulang


Penny Charity Lumbanraja

“Bude, ada lihat kaos kakiku, gak?”, tanya Dany sembari membongkar laci lemari pakaiannya.
“Sepertinya masih di jemuran atas dek, coba lihat aja di atas”, sahut Bude yang sedang berteriak kecil sambil menyiapkan menu sarapan pagi keluarga.
“Ambilkanlah Bude, capek naik tangga”, ujar Dany dengan gerakan malas.
“Kamu ini, tadi malam kan sudah Bude ingatkan toh. Bude sedang sibuk Nak”, sahut Bude.
“Ih, Bude ini lah. Entar kalau aku keringatan, gak segar lagi badan ini untuk pergi ke sekolah”, sahut Dany dengan nada malas.
“Kamu ini sudah besar, masa kaos kakimu masih Bude sih yang urus, dasar manja”, ujar Coni dengan ketus.
“Ish, kakak ini. Baju seragammu aja masih Bude yang urus kok”, ujar Dany.
“Sudah, sudah. Sebentar lagi pasti kalian berdua bakal berantam. Kalian berdua sama saja. Belum bisa urus diri sendiri. Urus pakaian dan keperluan ke sekolah saja belum bisa mandiri.
Bukannya disuruh menciptakan pakaian sekolah. Begitu saja gaduh”, ujar Ibu dengan ketus sambil menyiapkan perlengkapan makan siang keduanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 07.05 WIB, sudah tiba waktunya untuk pergi ke sekolah.
“Yah, pergi ke sekolah ya”, teriak Dany sembari keluar dari pintu rumah sambil membawa tote-bag miliknya.
“Oh, iya Nak. Bagus-bagus belajar di sekolah ya Nak”, nasihat Ayahnya kepada Danny.
“Ayah, nanti pulang sekolah bisa jemput Dany?”, tanya Danny kepada Ayahnya.
“Oh, Ayah tidak tahu Nak. Kalau Ayah tidak datang, nanti pulang sekolahnya bareng sama kak Coni aja ya”, ujar Ayah kepada Dany.
“Kapan Ayah bisa menjemput Dany?, teman-temanku belum pernah jumpa sama Ayah”, sahut Dany dengan nada tidak bersemangat.
“Dany, ada apa lagi sih. Kita sudah hampir telat ke sekolah, loh. Ayolah buruan naik. Supirnya udah terlalu lama menunggu”, teriak Coni dari luar pintu gerbang rumah.
“Sudah, sudahlah Nak. Kita lihat saja nanti, tetapi Ayah tidak janji. Karena Ayah ada jadwal ke kantor wilayah hari ini”, bujuk Ayah kepada Dany yang tidak bersemangat.
Dengan langkah berat, Dany dan Coni pun pergi ke sekolah bersama dengan supir Taxi “Grab” pesanan mereka.
Setibanya di sekolah, jam telah menunjukkan pukul 11.45 WIB. Tiba waktunya untuk belajar mata pelajaran Matematika.
Topik pelajaran yang dipelajari adalah Logaritma. Topik ini sungguh dianggap sulit bagi Dany. Padahal soal yang diberikan oleh gurunya sangatlah mudah untuk dikerjakan. Dany ditugaskan oleh gurunya untuk mengerjakan satu soal logaritma di papan tulis.
“Dany, itu pangkat basisnya bisa disederhakan loh”, ujar salah satu temannya yang duduk di bangku kelas.
“Gimana sih kamu, Nak. Tidak belajar ya di rumah?” tanya Ibu guru yang membawa mata pelajaran Matematika.
“Belajar kok, Bu”, ujar Dany dengan nada pelan.
“Jadi, mengapa kamu tidak benar mengerjakan soal sederhana ini, Nak?, kamu mengerjakan PR di sekolah, kan?, bukan di rumah, kan?” tanya Ibu guru dengan tegas kepada Dany.
“Kan aku udah anggap sekolah itu rumah sendiri Ibu. Makanya aku ngerjakan PR di sekolah”, ledek teman sebangku Dany sambil tertawa kecil.
Setelah diledekin oleh teman-teman Dany, ia pun kembali duduk di bangku belajarnya, sedang teman-temannya asyik tertawa geli melihat Dany yang tidak mampu mengerjakan soal sederhana tersebut.
Namun, ia tidak mau berlarut-larut terbeban akan kejadian memalukan yang dia alami di kelas. Bel lonceng berbunyi menandakan jadwal pelajaran di sekolah telah berakhir. Siswa-siswi SMP dan SMA dapat meninggalkan ruangan kelas.
Masing-masing siswa mempersiapkan peralatan belajar untuk meninggalkan ruangan kelas dan bergegas pulang ke rumah.
Dany berjalan menuju pintu gerbang sekolahnya bersama dengan Coni kakaknya. Tiba-tiba Ayah Dany datang bersama denga mobil mewah keluaran model terbaru.
Diwaktu yang bersamaan, teman-teman Dany melihat Dany dijemput oleh Ayahnya bersama dangan mobil mewah tersebut.
Keesokan harinya, terlihat perubahan perlakuan beberapa teman Dany kepadanya. Beberapa diantaranya, tidak ada lagi yang mau meledek Dany.
Beberapa teman Dany ada juga yang menjadi bersikap ramah kepadanya.
“Ada apa dengan orang-orang ini?” gumamnya di dalam hati.
“Dany, kapan kita belajar sama di rumahmu?” tanya salah satu temannya kepadanya.
“Iya, Dan. Kapan kita main-main ke rumahmu. Kami penasaran rumahmu gimana”, sahut salah satu temannya.
“Ada apa dengan kalian?, labil. Kemarin kalian mengejek dan menertawai aku.
Sekarang kok kalian tiba-tiba mendekati aku?”, ujarnya kepada teman-temannya.
“Oh, kemarin itu kami bercanda kok sama mu, Dan. Supaya akrab aja nya kita”, ujar teman sebangkunya.
“Ah, kalian pasti berubah semenjak aku dijemput pulang sekolah Ayahku, kan”, gumamnya di dalam hati sambil berpikiran negatif terhadap teman-temannya.
“Gimana Dan?”, tanya teman Dany yang menunggu responnya.
“Dany, hari ini Ayah tidak bisa menjemput kamu pulang sekolah, ya. Kamu pulang sama Kakak Coni, ya”, tuturnya dengan nada pelan sambil melihat layar telepon genggam pintarnya alias Smartphone.
“Eh, maaf ya teman-teman. Aku gak bisa. Ayahku gak bisa jemput aku pulang sekolah hari ini”, ujar Dany kepada teman-temannya.
Akhirnya Dany pun menunggu kakaknya di pintu gerbang sekolahnya.
“Kak, hari ini Ayah tidak bisa menjemput kita pulang sekolah.”, ujarnya kepada Coni.
“Ah, kamu ini. Kenapa mesti kali Ayah yang jemput. Kan ada Taxi, angkutan umum yang lain juga ada”, jawab Coni dengan nada ketus.
“Ah, gak enak kalau bukan Ayah yang menjemput.” sahutnya datar.
“Ah kamu ini manja sekali, nggak ngerti ya, kalau Ayah itu sibuk kerja, kamu ini sudah besar tapi banyak maunya”, ujar Coni dengan nada ketus kepada Coni.
“Kakak ini cerewet sama akunya. Aku kan gak minta berlebihan sama Ayah. Aku cuma minta Ayah yang jemput kok”, ujar Dany kepada Coni.
“Tuh, kamu lihat anak yang ada di seberang sana”, ujar Coni sambil menunjukkan sesuatu kepada Dany.
Dany pun melihat ke arah pintu keluar gerbang sekolahnya.
Ia melihat salah satu temannya di jemput oleh kakeknya yang sudah sangat tua yang dengan susah payahnya mengayuh pedal beca sepeda. Namun, salah satu temannya itu meminta kakeknya untuk duduk di bangku beca, sedang temannya itu yang menggantikan kakeknya mengayuh sepeda tua tersebut.
Ada juga anak sekolah lain yang masih memakai seragam sekolah SMP berjalan kaki dibawah teri matahari sambil membawa bungkusan makanan dimana anak tersebut bersekolah sambil berjualan roti untuk membantu beban uang sakunya.
“Bukannya apa-apa, Dek. Lihatlah mereka teman-temanmu itu. Dibandingkan dengan kamu yang hanya meminta dijemput oleh Ayah, kamu merasa bahwa permintaanmu itu tidak berlebihan kah?” nasihat Coni kepada adiknya.
“Maafkan aku, Kak. Aku terlalu egois”, ujar Dany yang menyadari kesalahannya.
“Jangan minta maaf pada Kakakmu ini.
Dari hal yang kecil, kita harus belajar untuk bersyukur dan menghargai segala sesuatunya.”ujar Coni kepada Dany.
“Iya Kak, aku gak mau nuntut Ayah lagi”, ujar Dany. (*)
Sekian


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjadwalan Proyek dengan Jaringan PERT/CPM