CERPEN: Dollar Singapura
Oleh Penny Charity Lumbanraja
http://sorotdaerah.com/dolar-singapura/
http://sorotdaerah.com/dolar-singapura/
“Tidurlah Nak, kamu kan baru capek di perjalanan. Jangan dipaksakan mata supaya tetap melek. Tidur 1-2 jam lagi, itu pasti bermanfaat untuk staminamu nanti”, sahut Ibu kepada Louis yang baru saja tiba dari tempat perantauan sekolahnya yang datang berkunjung memanfaatkan 2 hari libur perkuliahannya.
“Iya Ma. Akunya juga merasa oyong nih, mungkin karena kelelahan. Tapi susah tidur aku, Ma”, ujarnya sambil melangkah ke tempat tidurnya.
Jam telah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Tanda hari sudah pagi. Louis yang pembersih menyadari bahwa banyak debu di ruangan kamarnya seperti sudah lama tidak dibersihkan.
“Ma, kotor sekali kamarku ini, pasti sudah lama tidak dibersihkan dan tidak disapu kan, Ma?” tanyanya kepada Mama.
“Itu kamarmu disapu kok, sama adikmu, tapi jarang mungkin”, ujar Mama kepada Louis.
“Rumah ini kelihatannya juga jarang dibersihkan dan dipel kan Ma?, memanglah adik-adik ini, ngapai aja sih kerjaanya di rumah, Ma?, pemalas semua ya?” tanya Louis kepada Ibunya, sementara adiknya Patricia hanya bisa terdiam mendengarkan kakaknya yang mengomel di pagi hari.
“Adik-adikmu tidak sempat membersihkan rumah, karena mereka sibuk setelah pulang sekolah. Ada yang kursus, ada yang kerja kelompok, dan kadang juga les berenang”, sahut Mamanya menjelaskan kepada Louis yang mengomel.
“Bah, bah. Kok mereka nampaknya sekarang lebih heboh sibuknya ya, Ma. Sampai-sampai rumah tempat berhuni aja pun tidak sempat lagi untuk dibersihkan.
Masa mengharapkan Mama lagi sih yang membersihkan rumah ini,” ujarnya kepada Mama seraya menyindir kedua adik-adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
“Jangan begitulah, Nak. Dibandingkan dengan anak-anak lain, Mamamu ini tidak lelah menyuruh mereka untuk tetap belajar dan tidak keluyuran kesana kemari seperti anak-anak tetangga kita yang selalu sibuk bermain game di warnet, bahkan sampai bolos dari sekolahnya”, ujar Mama kepada Louis yang membela kedua adik-adiknya.
“Kalau anak-anak itu sih Ma, kelewatan itu. Kurang ajar namanya, Huuh,” jawabnya sambil merombak posisi tempat tidur miliknya.
“Kalau begitu, Ibu pergi bekerja ya, Nak. Mama senang kalau kamu sudah pulang. Pulang sekolah, rumah ini seperti disulap saja sama kamu, deh. Jadi bersih”, ledek Ibu kepada Louis.
“Iya, Ma. Kerjaanku di rumah bongkar-bongkar saja. Bukannya liburan, malah jadi kacung ya, Ma”, balasnya kepada Mama.
Setelah Mamanya pergi, Louis pun segera membersihkan rumahnya dengan gerakan gesit. Kaca lemari dibersihkan dari debu-debu yang menempel dengan menggunakan pembersih kemoceng, setiap kusen-kusen kursi, meja pun tak lupa dibersihkannya.
Louis sangat totalitas dalam membersihkan perabotan dan peralatan rumah. Namun, Ia tidak sembarangan membuang sampah berupa kertas-kertas dan plastik-plastik yang mungkin masig dapat dipergunakan kembali.
Akhirnya, Ia pun membongkar salah satu lemari perabotan yang didalamnya terdapat banyak sampah-sampah kertas yang mungkin sebagiannya tidak dapat dipergunakan kembali.
Setibanya Ibu pulang dari tempat bekerja.
“Wah, sudah bersih aja rumah ini ya, Louis, Mama senang deh”, ujar Mamanya dengan girang sambil melihat ke arah tempat tidurnya yang telah tertata rapi.
“Iyalah Ma. Kalau rumah bersih, pikiran, hati, dan jiwa kita pun jadi bersih dan sehat. Dipertahankan dong, Ma. Jadi kerjaan Louis gak melulu membersihkan saja kerjanya setiap Louis pulang”, sahut Louis sambil memegang kain pel-nya.
“Sama-sama kita didik adik-adikmu ini, Nak. Ibu juga suka kok kalau rumah itu bersih dan rapi seperti ini”, ujarnya kepada Louis.
“Iya, Ma. Janganlah Mama menghalangi Louis kalau Louis sedang mendidik adik-adik”, jawabnya.
“Mendidik yang kamu lakukan caranya salah. Kamu memarahi adikmu, bukannya membujuk atau menganju mereka. Mama tidak suka”, sahut Mamanya.
“Habis mereka susah sekali dibilangi Ma”, sahut Louis kepada Mamanya.
***
***
2 hari berikutnya, tiba-tiba Mama teringat akan dollar Singapura miliknya yang disimpan oleh Mama di lemari tempat penyimpanan gelas.
“Oh iya, dollar Singapura”, gumam Mama di dalam hati.
Sambil mengingat kembali dollar Singapura milik Ibu tersimpan di dalam lemari.
“Loh, dimana dollar Singapura Mama, Louis. Mama letakkan di sini”, sahut Mama dengan panik sambil memanggil Louis.
“Ada apa sih, Ma. Kok bongkar-bongkar lemari, nyari apa sih?”, tanya Louis kepada Mamanya yang sedang kalut.
“Dollar Singapura Mama, ada 10 lembar mama letakkan di dalam lemari ini. Siapa yang mengambilnya?” tanya Mama yang masih juga panik.
“Nggak ada yang suka mengambil di rumah ini loh, Ma. Gak ada yang pencuri di rumah ini”, jelasnya kepada Mama.
“Iya, bukan mencuri maksud Mama. Masa dollar Singapura Louis buang. Louis itu selalu pilih-pilih dulu sebelum membuang kertas ke tempat sampah, apalagi kalau itu uang, dollar lagi, Ma”, jelas Louis kepada Mamanya.
“Mama menyimpan dollarnya di dalam lipatan koran bekas, kamu gak cek dulu apa isi lipatan koran itu?”, tanya Mama kepada Louis.
“Yah, Louis mana tahu lah, Ma, kalau di dalamnya ada dollar Mama, yang Louis pikir itu ya koran Ma. Yakin Mama simpan di lemari itu?, entar Mama yang lupalah”, tanyanya kembali.
“Ih, mana mungkinlah Mama lupa”, ujar Mama kepada Louis.
“Ya sudah Ma, Louis cari dulu di tempat sampah atau di tempat pembakaran sampah, masih di sekitar tempat sampahnya itu, Ma”, ujarnya kepada Mama.
“Eh, Kak. Semalam sore, aku dan Ayah membakar sampah-sampah di belakang rumah kita. Sudah 1 minggu sebelum Kakak pun tiba di rumah ini sampah belum disortir dan dibakar. Jadi, baru semalam kami bersihkan pembakaran samapah itu”, sahut Patricia kepada Kakaknya.
“Aduh gawat aku ini”, gumamnya dengan nada pelan.
“Udah kak, kita bilang saja kepada Ayah. Siapa tahu Ayah kita tahu”, ujarnya kepada Louis.
“Ih, janganlah Dek. Kakak takut dimarahi oleh Ayah”, jawab Louis dengan takut.
“Aduh, sudahlah. Mama juga takut. Entar Ayah jadi marah sama Mama karena meletakkan uang tidak pada tempatnya”, ujar Mama kepada Patricia.
“Jangan takutlah, Ma. Masih ada peluang kita mendapatkan dollar-dollar itu. Nilai peluangnya setengah loh, Ma”, tutur Patricia.
“Ah, kakak takut dimarahi Ayah kita, Dek. Serba salahlah. Bersihkan rumah salah, nggak dibersihkan juga salah”, keluhnya.
“Aduh, enaknya yang membakar dollar itu”, tutur Patricia kepada Louis.
Tanpa sepengetahuan Mama dan Louis, Patricia membuat kebijakan sendiri. Akhirnya Ia menceritakan kejadian tersebut kepada Ayahnya.
Keesokan harinya
“Sepertinya, udah Ayah bakar sampah-sampah 2 hari yang lalu. Sudahlah, sudah terbakar dollar-dollarmu, Ma. Habis anakmu si Louis ini, semua mau dibuangin”, ujar Ayah kepada Mama.
Dengan nada pelan, Ibu menjawab Ayah yang memberikan pernyataan tersebut. Dalam kondisi yang sama, Louis pun merasa menyesal dan merasa bersalah terhadap Mamanya. Mau mengganti dollar-dollar tersebut, namun Ia tidak memunyai uang.
Karakter Ayah adalah sama halnya dengan Louis. Ayah tergolong orang yang sangat pembersih. Sebelum Ayah membakar sampah, terlebih dahulu Ayah memisahkan sampah-sampah yang tergolong organik dan yang tergolong anorganik.
Keesokan harinya, pagi-pagi di hari libur. Setelah menyeruput kopi ganoderma milik Ayah, Ayah pergi menuju tempat pembakaran sampah di belakang rumah. Dengan beralatkan sepilah tongkat kayu jati, Ayah mengais-ngais sampah untuk mencari dollar Singapura milik Mama. Ayah yakin bahwa dollar-dollar tersebut belum terbakar. Karena Ayah selalu melihat dan memastikan sampah-sampah yang dibakar.
“Ma, ini dollar-dollar Singapura milikmu”, ujar Ayah dengan tenang.
“Wah, ketemu juga dollar-dollar ku, Yah”, sahut Mama dengan girang.
“Iyalah, Ayah mengais-ngais rezeki pagi hari ini di tempat sampah. Eh, jumpanya bukan sama rupiah, tapi dollar-dollar Singapura. Keren kan Ayah,” ledek Ayah kepada Mama dan Patricia.
Mendengar suara Ayah, seperti terngiang mimpi di dalam tidurnya Louis. Louis pun terbangun dari tidurnya.
Mendengar suara Ayah, seperti terngiang mimpi di dalam tidurnya Louis. Louis pun terbangun dari tidurnya.
“Iya, Yah, Ma. Jumpa dollar Singapuranya?” tanya Louis dengan rasa penasaran.
“Plastik sampah tempat dollar-dollar Mamamu tertimpa sampah sayur-sayuran yang sudah membusuk. Jadi, tidak terkena bakar”, jawab Ayah kepada Louis, Patricia dan Mama.
“Ih, syukurlah. Jadi deh Mama pergi ke Singapura”, sahut Mama dengan girang.
“Eh, kok cuma sembilan lembar Ayah?”, tanya Louis kepada Ayah.
“Iya, satu lembar lagi kemana, Yah?”, tanya Patricia kepada Ayah.
“Itu upah Ayah yang satu lembarnya, mesti ada dong upahnya. Ayah capek-capek ngais-ngais di tempat sampah”, ujar Ayah kepada Louis.
“Ih, Ayah ini lah. Lumayan itu satu lembarnya”, ujar Mama kepada Ayah.
“Biar jangan lembar merah aja yang ada di dalam dompet Ayah, satu lembar dollar Singapura pun mestilah ada,” ledek Ayah. (*)
Komentar
Posting Komentar