OPINI: Akhiri Segera Learning Loss


Penny Charity Lumbanraja

 

Kesulitan bagi guru untuk mengajar serta murid dalam menerima pembelajaran telah terjadi selama setahun lebih. Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah terjadi berkepanjangan akibat perebakan pandemi Covid-19 yang masih sangat meresahkan. Sehingga, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tak mungkin untuk diterapkan. Akibatnya,tak sedikit guru merasa skeptis selama pembelajaran daring ini dilaksanakan.

 

Maka, banyak pengamat pendidikan mengkhawatirkan akan terjadi learning loss disebabkan pelaksanaan PJJ yang tidak berjalan dengan baik semestinya.Berbagai informasilearning losstelah dikuak melalui berbagai media, namun respon pemerintah akan hal ini begitu-begitu saja. Kekhawatiran itu sangat mendasar. Hal ini dapat dilihat dari guru kewalahan mengajari dan menerapkan sistem kurikulum darurat. Memang benar, Mendikbud ristek telah mewacanakan akan membuka PTM di Juli mendatang. Segala persiapan dilakukan. Namun, sistem PTM ini akan sangat terbatas. Ini juga ditakutkan akan menjadi ancaman karena persoalan pandemi masih belum terkendali dengan baik.

 

Belum lagi, keinginan belajar mandiri para siswa yang tidak membudaya. Sementara, anak-anak harus dipantau gaya dan metode belajarnya. Apakah mereka dapat fokus atau tidak. Melihat kondisi seperti ini, guru tak mampu berharap banyak. Banyak orang tua mengeluh karena kesulitan untuk mengontrol kinerja belajar anaknya. Anak-anak malah menyalahgunakan perangkat belajar tersebut untuk bermain game dan takutnya mengakses informasi yang tidak senonoh untuk dikonsumsi semasa dini.

 

Ada lagi keterbatasan pendukung media belajar seperti gadget (perangkat elektronik untuk mengakses internet), kuota internet, buku pembelajaran, dan sebagainya. Keterbatasan ini dapat juga dialami bagi para siswa yang berada di wilayah bebas jaringan. Lalu bagaimana lagi dengan para murid yang berada pada daerah minim fasilitas atau infrastruktur yang tidak mendukung, seperti di daerah pedesaan dan pedalaman tertinggal.Akses internet yang belum merata cenderung menjadi faktor penghambat sistem PJJ.

 

 

 

Siswa-siswa Rentan Learning Loss

 

Risiko learning loss benar sudah disinyalir akan terjadi sejak dikeluarkan kebijakan penutupan sekolah. Pastinya semenjak adanya pandemi Covid-19. Maka tak heran, sistem PJJ berlangsung seadanya saja. Guru dan murid tak lagi bergairah menjalankan pembelajaran yang maksimal. Target untuk mencapai pengajaran materi per hari-nya sulit untuk direalisasikan. Dalam mindset para guru bisa saja yang penting ada tugas yang diberikan tanpa tahu murid tersebut paham materi atau tidak. Begitupun bagi para murid, yang penting tugas asal selesai tanpa tahu proses pengerjaannya dikuasai atau tidak. Budaya skip materi pun terjadi selama berlangsungnya sistem PJJ di tanah air kita ini.

 

Hirauan dari orang tua untuk mengambil sikap amat dibutuhkan bagi anak. Kepedulian orang tua akan pendidikan menjadi salah satu faktor pengaruh yang dapat mengurangi dampak terjadinya learning loss. Pembekalan ilmu serta pendukung belajar yang memadai dapat menjadi obat untuk memicu minat belajar anak. Bagi anak-anak yang memiliki pola pikir yang maju, meresponi hal ini di masa pandemi untuk mengasah kemampuan soft-skillnya. Hal tersebut dapat mereka geluti secara mandiri.

 

Namun, persoalannya bagaimana jika orang tua tidak menyadari betapa pentingnya asupan pendidikan untuk tetap dikejar di tengah perebakan pandemi. Padahal anak tersebut masih dalam masa wajib pendidikan dasar 9 tahun. Banyak orang tua berpikir bahwa anak-anak mereka saat ini sedang libur panjang meskipun mereka belajar secara daring. Malahan, tak sedikit yang berharap pandemi Covid-19 ini dapat terus terjadi. Mereka berkesempatan untuk menyuruh anak-anaknya bekerja di tengah jam belajar daring berlangsung. Karena yang mereka pikirkan, yang penting anaknya bisa tamat tanpa khawatir bekal ilmu yang menjadi amunisi masa depan kelak.

 

Kendatipun demikian, Keputusan pemerintah untuk menerapkan proses belajar dari rumah (BDR) tidaklah salah.Hal itudicanangkansebagai upaya memutus rantai penyebaran virus Corona. Dengan BDR, ada kemajuan positif yang dapat diterima. Adanya proses pemanfaatan teknologi serba digital yang menyeluruh. Upaya belajar mandiri dan kemampuan berpikir pasti jauh lebih maju. Muncul berbagai macam aplikasi pendukung dan platform bila dimanfaatkan dengan baik senantiasa mempermudah proses belajar yang efektif dan efisien, meskipun membutuhkan perhatian yang serius.

 

 

 

Pembelajaran Tatap Muka, Solusikah?

 

Wacana sistem PTM di bulan Juli mendatang sudah mulaidibicarakan. Nadiem Makarim, Mendikbud-Ristek menegaskan sistem ini akan diadakan secara terbatas. Kebijakan yang ditetapkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri sejalan dengan selesainya program vaksinasi yang diterima secara menyeluruhkepada para tenaga pendidik dan peserta didiknya.

 

Namun, dikhawatirkan penerapan PTM ini tidak sepenuhnya menjadi solusi untuk mengatasi persoalan learning loss di Indonesia. Learning loss bukan baru terjadi di tengah berlangsungnya pandemi melainkan sudah lama ada sebelumnya. Ini sudah menjadi persoalan klasik yang belum tuntas sampai sekarang. Berarti,jika mengembalikan anak ke sekolah dan mengikuti PTM jangan-jangan bukanlah solusi yang tepat. Oleh sebab itu, wacana ini harus dibicarakan dan dipersiapkan dengan matang. Dan kalaupun harus diterapkan maka sistem ini harus dikawal dengan baik dari bawah sampai atas.

 

Sebelum belajar model PTM ini harus dilakukan, maka peran pemerintah adalah memastikan lebih dulu dengan dilakukannya pemetaan. Artinya dilakukan pengujian/pelatihan materi kepada anak terlebih dahulu. Ada instrumen yang dapat menguji hal tersebut. Anggaran juga telah dipersiapkan. Inti darilearning loss bukan hanya terjadi karena untuk menghindari virus. Learning loss menjadi kekhawatiran bahwa si anak tidak memiliki amunisi untuknya di masa depan. Setidaknya bekal baginya untuk bertahan hidup kelak.

 

Kemampuan berpikir mereka tidak dipicu selama pandemi. Mereka menyia-nyiakan waktu belajar mereka yang berharga selama setahun lebih. Sehingga anak tersebut mengalami ketertinggalan. Setelah pemetaan diterapkan maka selanjutnya dilakukanlah asesmen. Melalui asesmen siswaatau evaluasi, kita memiliki gambaran sudah sejauh mana siswa mencapai target belajarnya. Jika tidak terpenuhi realisasinya maka barulah digenjot jumlah SDM/guru untuk merombak hal tersebut.Guru-guru tersebut harus memiliki kemampuan terlatih dengan baik. Mereka mampu menerapkan sistem pembelajaran yang terdiferensiasi kepada anak.

 

Inti tantangan terbesar mewujudkan wacana PTM bukanlah sekedar penerapan protokol kesehatan. Tetapi, bagaimana pemerintah memahami, mendudukkan persoalan pendidikan yang pelik tengah terjadi kepada siswa saat ini. Perlu ditegaskan sekali bahwa  protokol kesehatan bukanlah untuk diabaikan tetapi memetakan kemampuan siswa merupakan suatu keniscayaan. Pemetaan itu ibarat kompas atau buku panduan bagi pemerintah dan guru agar melakukan tindakan yang tepat dan efektif dalam memenuhi kebutuhan ilmu para anak didik. Jika pemerintah tidak memiliki panduan itu atau jika pemerintah tidak memiliki pemetaan itu, maka tindakan yang dilakukan saat ini tidak akan efektif menjawab ancaman learning loss.

 

Mengacu pada otonomi daerah, Pemerintah Daerah juga mesti mendukung upaya pemetaan ini. Seperti yg dilakukan oleh Pemda Kaltara.Mereka melakukan hal tersebut bukan atas perintah pusat atau kementrian tetapi tindakan inisiatif. Pemda harus membuat terobosanuntuk menerapkan upaya pemetaan. Sehingga pusat dan daerah saling bersinergi. Sangat mustahil bagi kita mengharapkan orang tua menjadi guru untuk mendukung minat belajar anak bila para pemerintah daerah dan pusat tidak kompak menangkal ancaman learning loss.

 

Saya yakin jika pemerintah pusat dan daerah serius dan kompak untuk pemetaan ini, orang tua pasti akan mendukungnya dengan sepenuh hati. Kekompakan pemerintah dan dukungan dari orang tua menjadi kunci dalam menangkal ancaman learning loss yang tengah terjadi saat ini.Tak melupakan juga, adanya partisipasi masyarakat juga diperlukan. Pembaharuan pembelajaran siswa kelak diharapkan membawa kesejahteraan bagi diri mereka serta kehidupan orang lain. Dengan begitu, makna pendidikan akan jauh lebih bermakna. Bahkan muncul keinginan bagi mereka untuk bereksplorasi mengembangkan kehidupan Indonesia dan menjadi  generasi bangsa yang lebih baik lagi.

 

(*) Penulis bekerja di Instansi Kemetrologian Pemerintah dan bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)


Terbit: 11/05/2021

https://analisadaily.com/e-paper/2021-05-11/files/mobile/index.html#17

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjadwalan Proyek dengan Jaringan PERT/CPM