OPINI: Akhiri Segera Learning Loss
Kesulitan
bagi guru untuk mengajar serta murid dalam menerima pembelajaran telah terjadi
selama setahun lebih. Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah terjadi
berkepanjangan akibat perebakan pandemi Covid-19 yang masih sangat meresahkan.
Sehingga, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tak mungkin untuk diterapkan.
Akibatnya,tak sedikit guru merasa skeptis selama pembelajaran daring ini dilaksanakan.
Maka,
banyak pengamat pendidikan mengkhawatirkan akan terjadi learning loss disebabkan pelaksanaan PJJ yang tidak berjalan dengan
baik semestinya.Berbagai informasilearning
losstelah dikuak melalui berbagai media, namun respon pemerintah akan hal
ini begitu-begitu saja. Kekhawatiran itu sangat mendasar. Hal ini dapat dilihat
dari guru kewalahan mengajari dan menerapkan sistem kurikulum darurat. Memang
benar, Mendikbud ristek telah mewacanakan akan membuka PTM di Juli mendatang.
Segala persiapan dilakukan. Namun, sistem PTM ini akan sangat terbatas. Ini
juga ditakutkan akan menjadi ancaman karena persoalan pandemi masih belum
terkendali dengan baik.
Belum
lagi, keinginan belajar mandiri para siswa yang tidak membudaya. Sementara,
anak-anak harus dipantau gaya dan metode belajarnya. Apakah mereka dapat fokus
atau tidak. Melihat kondisi seperti ini, guru tak mampu berharap banyak. Banyak
orang tua mengeluh karena kesulitan untuk mengontrol kinerja belajar anaknya. Anak-anak
malah menyalahgunakan perangkat belajar tersebut untuk bermain game dan takutnya mengakses informasi
yang tidak senonoh untuk dikonsumsi semasa dini.
Ada
lagi keterbatasan pendukung media belajar seperti gadget (perangkat elektronik untuk mengakses internet), kuota
internet, buku pembelajaran, dan sebagainya. Keterbatasan ini dapat juga dialami
bagi para siswa yang berada di wilayah bebas jaringan. Lalu bagaimana lagi
dengan para murid yang berada pada daerah minim fasilitas atau infrastruktur yang
tidak mendukung, seperti di daerah pedesaan dan pedalaman tertinggal.Akses
internet yang belum merata cenderung menjadi faktor penghambat sistem PJJ.
Siswa-siswa Rentan Learning Loss
Risiko
learning loss benar sudah disinyalir
akan terjadi sejak dikeluarkan kebijakan penutupan sekolah. Pastinya semenjak adanya
pandemi Covid-19. Maka tak heran, sistem PJJ berlangsung seadanya saja. Guru
dan murid tak lagi bergairah menjalankan pembelajaran yang maksimal. Target
untuk mencapai pengajaran materi per hari-nya sulit untuk direalisasikan. Dalam
mindset para guru bisa saja yang
penting ada tugas yang diberikan tanpa tahu murid tersebut paham materi atau
tidak. Begitupun bagi para murid, yang penting tugas asal selesai tanpa tahu proses
pengerjaannya dikuasai atau tidak. Budaya skip
materi pun terjadi selama berlangsungnya sistem PJJ di tanah air kita ini.
Hirauan
dari orang tua untuk mengambil sikap amat dibutuhkan bagi anak. Kepedulian
orang tua akan pendidikan menjadi salah satu faktor pengaruh yang dapat
mengurangi dampak terjadinya learning
loss. Pembekalan ilmu serta pendukung belajar yang memadai dapat menjadi
obat untuk memicu minat belajar anak. Bagi anak-anak yang memiliki pola pikir
yang maju, meresponi hal ini di masa pandemi untuk mengasah kemampuan soft-skillnya. Hal tersebut dapat mereka
geluti secara mandiri.
Namun,
persoalannya bagaimana jika orang tua tidak menyadari betapa pentingnya asupan
pendidikan untuk tetap dikejar di tengah perebakan pandemi. Padahal anak
tersebut masih dalam masa wajib pendidikan dasar 9 tahun. Banyak orang tua
berpikir bahwa anak-anak mereka saat ini sedang libur panjang meskipun mereka
belajar secara daring. Malahan, tak sedikit yang berharap pandemi Covid-19 ini
dapat terus terjadi. Mereka berkesempatan untuk menyuruh anak-anaknya bekerja
di tengah jam belajar daring berlangsung. Karena yang mereka pikirkan, yang penting
anaknya bisa tamat tanpa khawatir bekal ilmu yang menjadi amunisi masa depan
kelak.
Kendatipun
demikian, Keputusan pemerintah untuk menerapkan proses belajar dari rumah (BDR)
tidaklah salah.Hal itudicanangkansebagai upaya memutus rantai penyebaran virus Corona.
Dengan BDR, ada kemajuan positif yang dapat diterima. Adanya proses pemanfaatan
teknologi serba digital yang menyeluruh. Upaya belajar mandiri dan kemampuan
berpikir pasti jauh lebih maju. Muncul berbagai macam aplikasi pendukung dan
platform bila dimanfaatkan dengan baik senantiasa mempermudah proses belajar yang
efektif dan efisien, meskipun membutuhkan perhatian yang serius.
Pembelajaran Tatap
Muka, Solusikah?
Wacana
sistem PTM di bulan Juli mendatang sudah mulaidibicarakan. Nadiem Makarim, Mendikbud-Ristek
menegaskan sistem ini akan diadakan secara terbatas. Kebijakan yang ditetapkan
pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri sejalan dengan selesainya program
vaksinasi yang diterima secara menyeluruhkepada para tenaga pendidik dan peserta
didiknya.
Namun,
dikhawatirkan penerapan PTM ini tidak sepenuhnya menjadi solusi untuk mengatasi
persoalan learning loss di Indonesia.
Learning loss bukan baru terjadi di
tengah berlangsungnya pandemi melainkan sudah lama ada sebelumnya. Ini sudah
menjadi persoalan klasik yang belum tuntas sampai sekarang. Berarti,jika mengembalikan anak ke
sekolah dan mengikuti PTM jangan-jangan bukanlah solusi yang tepat. Oleh sebab
itu, wacana ini harus dibicarakan dan dipersiapkan dengan matang. Dan kalaupun
harus diterapkan maka sistem ini harus dikawal dengan baik dari bawah sampai
atas.
Sebelum belajar model PTM ini harus dilakukan,
maka peran pemerintah adalah memastikan lebih dulu dengan dilakukannya
pemetaan. Artinya dilakukan pengujian/pelatihan materi kepada anak terlebih
dahulu. Ada instrumen yang dapat menguji hal tersebut. Anggaran juga telah
dipersiapkan. Inti darilearning loss
bukan hanya terjadi karena untuk menghindari virus. Learning loss menjadi kekhawatiran bahwa si anak tidak memiliki
amunisi untuknya di masa depan. Setidaknya bekal baginya untuk bertahan hidup
kelak.
Kemampuan berpikir mereka tidak dipicu selama
pandemi. Mereka menyia-nyiakan waktu belajar mereka yang berharga selama
setahun lebih. Sehingga anak tersebut mengalami ketertinggalan. Setelah
pemetaan diterapkan maka selanjutnya dilakukanlah asesmen. Melalui asesmen
siswaatau evaluasi, kita memiliki gambaran sudah sejauh mana siswa mencapai
target belajarnya. Jika tidak terpenuhi realisasinya maka barulah digenjot
jumlah SDM/guru untuk merombak hal tersebut.Guru-guru tersebut harus memiliki
kemampuan terlatih dengan baik. Mereka mampu menerapkan sistem pembelajaran
yang terdiferensiasi kepada anak.
Inti tantangan terbesar mewujudkan wacana PTM bukanlah
sekedar penerapan protokol kesehatan. Tetapi, bagaimana pemerintah memahami,
mendudukkan persoalan pendidikan yang pelik tengah terjadi kepada siswa saat
ini. Perlu ditegaskan sekali bahwa
protokol kesehatan bukanlah untuk diabaikan tetapi memetakan kemampuan
siswa merupakan suatu keniscayaan. Pemetaan itu ibarat kompas atau buku panduan
bagi pemerintah dan guru agar melakukan tindakan yang tepat dan efektif dalam
memenuhi kebutuhan ilmu para anak didik. Jika pemerintah tidak memiliki panduan
itu atau jika pemerintah tidak memiliki pemetaan itu, maka tindakan yang
dilakukan saat ini tidak akan efektif menjawab ancaman learning loss.
Mengacu pada otonomi daerah, Pemerintah Daerah
juga mesti mendukung upaya pemetaan ini. Seperti yg dilakukan oleh Pemda Kaltara.Mereka
melakukan hal tersebut bukan atas perintah pusat atau kementrian tetapi
tindakan inisiatif. Pemda harus membuat terobosanuntuk menerapkan upaya
pemetaan. Sehingga pusat dan daerah saling bersinergi. Sangat mustahil bagi
kita mengharapkan orang tua menjadi guru untuk mendukung minat belajar anak
bila para pemerintah daerah dan pusat tidak kompak menangkal ancaman learning loss.
Saya yakin jika pemerintah pusat dan daerah
serius dan kompak untuk pemetaan ini, orang tua pasti akan mendukungnya dengan
sepenuh hati. Kekompakan pemerintah dan dukungan dari orang tua menjadi kunci
dalam menangkal ancaman learning loss
yang tengah terjadi saat ini.Tak melupakan juga, adanya partisipasi masyarakat
juga diperlukan. Pembaharuan pembelajaran siswa kelak diharapkan membawa
kesejahteraan bagi diri mereka serta kehidupan orang lain. Dengan begitu, makna
pendidikan akan jauh lebih bermakna. Bahkan muncul keinginan bagi mereka untuk
bereksplorasi mengembangkan kehidupan Indonesia dan menjadi generasi bangsa yang lebih baik lagi.
(*) Penulis bekerja di Instansi Kemetrologian
Pemerintah dan bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)
Terbit: 11/05/2021
https://analisadaily.com/e-paper/2021-05-11/files/mobile/index.html#17
Komentar
Posting Komentar