CERITA: Mengapa Saya Senang Menulis?
Penny Chariti
Lumbanraja
Otak terkuras, pikiran berpeluh. Namun, selalu muncul pertanyaan besar untuk saya, mengapa saya tertarik menulis. Awal mulanya terjadi ketika itu saya tengah berjuang demi memboyong dana beasiswa dari sebuah filantropi untuk mendukung studi lanjut pascasarjana. Saya diwawancarai dan diberikan pertanyaan mengenai hobi oleh pihak pewawancara. Yang terbersit dalam pikiran, spontan saya menjawab. Beberapa uraian hobi saya imbuhkan, namun ketika saya menyebutkan kata “menulis”, alhasil menarik perhatian mereka.
Mereka sempat terpukau dan tertarik membahas karya apa yang telah saya hasilkan. Lalu, melalui karya tersebut, sekiranya sudah sejauh mana kontribusi yang diberikan kepada orang di sekitar. Terlintas dalam benak saya, karya tulisan yang mereka maksud dengan yang saya maksud sangat jelas berbeda. Saya termenung. Dalam waktu yang singkat berusaha memikirkan jawaban yang tepat untuk saya sampaikan. Namun, dalam hal ini bukan persoalan tepat atau tidaknya dampak yang diberikan. Tandasku, pengaruhnya untuk saya.
Dalam pergunjingan yang singkat itu, saya menyadari banyak hal yang dapat diserap ketika seseorang mau menulis. Menulis dapat menjadi resolusi konflik pikiran. Meninggalkan jejak melalui tulisan per harinya, telah saya latih sejak saya berada pada bangku perkuliahan menempuh sarjana. Dimulai dari menjurnal aktivitas keseharian. Manfaatnya secara pribadi saya nikmati. Seiring berjalannya waktu, saya menantang diri saya. Saya ingin menulis yang sifatnya menanggapi suatu isu.
Variasi isu tersebut membuat saya menyadari bahwa kalau tidak dengan menulis, saya akan terkikis dengan zaman. Menulis mengobati minimnya kepekaan saya terhadap perkembangan. Akhirnya saya berusaha memperbaharui kemampuan. Prosesnya tidak singkat dan tidak mudah. Kekonsistenan benar-benar diuji. Persoalannya, mengapa saya harus konsisten. Apakah saya memaksakan diri?
Berbagi pengalaman, ada manifestasi kepuasan batin. Menulis bukan persoalan terbit atau tidaknya hasil yang dituliskan pada sebuah media massa. Itu hanya bonus. Sangat bias bila kepuasan hanya dicapai ketika karya itu dibaca oleh orang lain. Sebab, menghasilkan sebuah tulisan bukan proses yang instan. Ada proses penataan paradigma berpikir. Bila sebuah karya disajikan dengan ulasan yang menarik serta mudah dipahami setiap kalangan pembaca, di situlah esensi kepuasaan tercapai. Apalagi bila setiap prosesnya dinikmati.
Mau menulis berarti mau membaca. Kemampuan menyisir data serta menganalisis dan membedah artikel tatkala mengadopsi gaya menulis orang lain dapat menjadi alur pembelajaran. Semua konsep diramu dan digagas secara apik untuk menyampaikan pesan bermanfaat kepada pembaca. Teramat perlu dikuasai untuk menghindari terjadinya plagiarisme pada karya tulis tersebut. Seseorang yang mau menulis harus berani mempertanggungjawabkan setiap butir kata yang tertuang. Itu merupakan hasil buah pikirnya.
Acap kali saat menulis,bisa kehilangan ide atau tujuan yang semestinya dinyatakan. Sehingga, perlu arus informasi yang rinci dan dipahami dengan baik. Kapasitas otak diadu, begitupun mental penulis. Mengapa demikian, sebab bukan seorang penulis bila tulisannya tidak ingin dibaca oleh orang lain. Bisa saja orang lain memberikan kritik yang sifatnya membangun atau sebaliknya.
Dari serangkaian alurnya, aktivitas menulis bukanlah mudah untuk dilakukan. Namun, bukan tak bisa ditaklukkan. Apalagi bila kebiasaan menulis sudah membudaya, manfaat berantai bisa dirasakan. Mulai dari memacu cepat serap berpikir, mempertajam daya ingat, menambah ilmu pengetahuan serta berdampak untuk kesehatan, terkhususnya kesehatan mental. Menulis dapat mengurangi beban atau stress pikiran seseorang.
Proses menulis membantu saya berpikir untuk berpikir. Menulis menghabiskan waktu saya untuk terus berkarya dan berdampak. Semua itu akan menjadi jejak yang akan selalu direkam dalam ingatan. Apalagi bila membaca tulisan-tulisan yang pernah jadi. Kelak, akan terlintas dalam pikiran “apa yang membuat saya bisa menulis ini atau apa yang membuat saya mau menulis ini.” Dengan menulis, saya merasa mengambil peran untuk menggerakkan suatu perubahan. Perubahan yang diharapkan dapat membawa dampak ke arah lebih baik.
(*) Penulis Bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)
Terbit: 05/06/2021
https://sorotdaerah.com/2021/07/23/mengapa-saya-senang-menulis/
Komentar
Posting Komentar