OPINI: Budaya Tertib Ukur Demi Kemajuan Perdagangan Indonesia
"Berilah dan kamu akan diberi:
suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke
luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk
mengukur, akan diukurkan kepadamu." Pengajaran yang tegas, nyata dan amat
penting bagi siapapun pihak yang berada pada lingkup berusaha untuk mengerjakan
ketertibannya.
Di dalam setiap kepercayaan, tentu benar
diajarkan soal tertib menggunakan alat ukurnya sebagai alat transaksi
perdagangan. Faktanya, masih sedikit kesadaran masyarakat yang berperan sebagai
pelaku usaha untuk menerapkan perilaku ini. Masih banyak yang berlaku curang
dan menyiasati pengukurannya. Gambaran peristiwa ini masih dapat dilihat pada
pelaku usaha di pasar, kios-kios sekeliling kita hingga warung-warung yang
berukuran kecil sekalipun.
Keadaan lain yang sering terjadi di
lapangan, banyak dijumpai para pelaku usaha masih menggunakan alat ukur yang
tidak sepantasnya digunakan. Ketimpangan ini tidak hanya berbicara soal
ketidaklayakan, melainkan persoalan kekeliruan menggunakan alat ukur yang jauh
dari sesuai dengan ketentuan berlaku.
Contoh peristiwa kecilnya seperti ini,
si pelaku usaha di warung menggunakan alat timbang (neraca rumah tangga) yang
seharusnya digunakan untuk kebutuhan pribadi saja. Tidak patut untuk digunakan
sebagai alat transaksi perdagangan. Semestinya alat ukur yang digunakan ialah
yang berstandar dan memiliki izin tipe dari perusahaan yang memproduksinya,
sebut saja neraca pegas.
Edukasi tertib ukur semestinya diketahui
bagi siapa saja yang bertindak sebagai pelaku usaha. Hal ini penting untuk
memberikan jaminan kualitas serta kuantitas (takaran) yang benar bagi
masyarakat selaku konsumen.
Demi mewujudkan sistem ukur dalam
perdagangan yang tertib, pemerintah mengambil tindakan soal ini. Adanya
keberadaan petugas kemetrologian (penera serta pengawas metrologi) di lapangan
berperan untuk mewujudkan kepentingan bersama antara pelaku usaha dengan si pembeli.
Sosialisasi tertib ukur yang diberikan sepatutnya direspon dengan baik. Peran
para SDM di bidang kemetrologian ini berupaya meningkatkan taraf Indeks
Keberdayaan Konsumen (IKK) dalam sistem perdagangan.
Wakil Ketua Komisi I Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN) Anne Maria Tri Anggraini menyebutkan, Indeks
Keberdayaan Konsumen (IKK) Indonesia masih rendah di tahun 2020. Tercatat pada
September lalu. IKK masih berada di level 41,7 atau berada di tahap mampu.
Besar IKK 41,7 ini menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat Indonesia yang
bertindak sebagai konsumen telah menuju Level Mampu yang sebelumnya berada pada
Level Paham.
Tugas pemerintah masih sangat panjang.
Belum bisa berpuas diri. Angka ini masih sangat jauh rendah bila dibandingkan dengan
negara-negara lain seperti Malaysia. Itupun, besar taraf ini baru hanya
berhasil dicapai di beberapa kota besar saja. Nilai tersebut belum dapat
digeneralisasi pada masyarakat yang berada di daerah lain.
Adanya penurunan taraf IKK kemungkinan
disebabkan keadaan pasar yang masih belum stabil akibat pandemi. Bagaimanapun
itu, pemerintah selalu mengupayakan yang terbaik untuk mengedukasi masyarakat
agar mampu menggunakan hak dan kewajibannya saat terlibat pada transaksi
perdagangan di pasar.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto
menegaskan soal penting pencapaian target IKK di Indonesia. IKK merupakan
landasan mendasar untuk menerapkan kebijakan di bidang perlindungan konsumen.
Semakin tinggi nilai IKK semakin besar dampaknya pada martabat konsumen. Hal
ini dapat berimbas mendorong peningkatan kualitas sistem perdagangan di
Indonesia.
Segala upaya pemerintah baik yang
ditargetkan dan yang dilakukan semestinya membutuhkan dukungan yang penuh dari
masyarakat. Konsumen diharapkan aktif berpartisipasi saat memberikan penilaian
nyata kepada para pelaku usaha untuk mewujudkan budaya yang transparan saat
interaksi dagang berlangsung.
Menerapkan budaya tertib ukur secara
konsisten akan memacu para pelaku usaha agar mampu mempersiapkan dirinya
menghadapi sistem dagang yang berkompetitif. Adanya perkembangan teknologi dan
industri yang terus maju akan menjadi tantangan yang rumit, bila mental dagang
pelaku usaha tidak dipersiapkan dari sekarang.
Menciptakan iklim berusaha yang
berintegritas dan transparan bukanlah suatu ancaman bagi para pelaku usaha bila
dipersiapkan dari sekarang. Konsisten menjaga kualitas dan kebenaran alat ukur
yang digunakan semestinya diterapkan dari sekarang. Kebenaran serta kepastian
alat ukur menjadi hal yang dibutuhkan oleh konsumen. Jangan perihal
ketidakjujuran akan merontokkan kepercayaan konsumen pada sistem perdagangan
Indonesia. Cita-cita Indonesia adalah cita-cita kita bersama. Sepatutnya setiap
pihak bersinergi untuk mewujudkan perdagangan Indonesia yang lebih baik.
(*) Penulis adalah CPNS Dinas Koperasi
dan Perdagangan di Kisaran/ Bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)
Komentar
Posting Komentar