OPINI: Meresiliensikan Diri di Masa Pandemi


 

Penny Charity Lumbanraja

 

Enam belas bulan pandemi Covid telah melanda Indonesia, namun tak kunjung reda. Pemerintah telah melakukan berbagai macam pembatasan. Akan tetapi, hasilnya virus belum dapat terkendali. Kritik kepada pemerintah semakin kuat belakangan ini. Banyak yang menuding bahwa pemerintah telah gagal. Apakah pemerintah benar-benar gagal?

 

Menurut saya tidak. Karena dari semua program yang dicanangkan oleh pemerintah, ada satu hal yang menjadi peran kunci, yaitu peran masyarakat atau peran setiap orang. Menkomaves, Luhut Panjaitan telah menegaskan bahwa solusi mengatasi pandemi ini adalah ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Namun, di tengah upaya tersebut, banyak masyarakat tidak tunduk mengerjakannya.

 

Pembahasan soal pandemi di Indonesia sampai sekarang tak ada habis-habisnya. Perang hibrida yang tengah terjadi di bumi pertiwi kian hari mempertebal kesenjangan. Krisis sosial, ekonomi, kesehatan dan bahkan mental menjadi mitigasi yang semakin menggerus asa. Kapan jelasnya penghentian penyebaran virus Corona tentu menjadi pertanyaan besar untuk kita semua.

 

Dari hulu hingga sektor hilir, virus Corona tak mengenal ampun. Virus ini kian menggerogoti bahkan kabarnya bermutasi menjadi jenis lain. Penyebarannya semakin mengancam dan membahayakan, sementara Indonesia semakin diperhadapkan pada keterbatasan. Akhirmya akibat catatan lonjakan yang kian meningkat, pemerintah menerapkan program yang menghentikan aktivitas vital masyarakat. Program ini diterapkan di berbagai daerah, awal mulanya di Provinsi Jawa-Bali dan keputusan resminya telah diperpanjang.

 

Dikhawatirkan akan semakin meluasnya gejolak penolakan bila Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) semakin diperpanjang. Sekarang sudah ada jenis-jenis penamaannya. Sebelumnya PPKM mikro, darurat hingga kini berlevel-level. Teramat dilematis, pemerintah diperhadapkan pada dua hal sulit. Di satu sisi, akan menimbulkan kesulitan bagi masyarakat untuk menjalankan aktivitas perekonomian, apalagi yang bertahan hidup dari penghasilan keseharian. Di sisi lain, angka lonjakan terus tercatat bagi korban yang terpapar.

 

Angka kematian terus masif bersamaan dengan pertambahan korban tersebut. Tentunya, kita semua tak ingin bila hal ini terus terjadi. Yang sangat diwaspadai ketika korban memiliki saturasi oksigen yang rendah sehingga membuat korban mengalami kesulitan bernapas. Kondisi ini sangat genting, mengingat semakin minimnya suplai oksigen cair, hingga salah satu kebutuhan utama tenaga kesehatan.

 

Sudah banyak tenaga kesehatan menjadi korban keganasan virus Corona. Hal ini menjadi sebab yang memperparah keadaan karena kini banyaknya tenaga kesehatan tidak lagi sebanding dengan banyaknya korban yang harus dirawat. Ironisnya, masyarakat malah lengah dan tidak sepenuhnya menaati protokol kesehatan sebagai wujud partisipatif demi membantu pengentasan pandemi. Sedangkan yang ketat menjalankan prokes saja bisa terpapar, apalagi yang tidak melakukannya sama sekali.

 

Seiring berjalannya waktu, pandemi Covid-19 telah berhasil diatasi di berbagai negara, Inggris salah satunya. Piala Eropa 2020 merupakan bukti nyata terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) akibat vaksinasi. Melalui herd Immunity, seseorang tidak hanya melindungi dirinya sendiri melainkan turut melindungi kelompok masyarakat yang rentan dan bukan merupakan sasaran vaksinasi. Seseorang yang telah divaksin tentu risiko penularan virus akan sangat rendah. Vaksin tidak membuat kita terlindungi 100 persen dari virus, tetapi menjadikan tubuh lebih siap menghadapi paparan virus.

 

Problematika pandemi Covid-19 semakin carut-marut dan berdampak di setiap sektor. Padahal solusinya kini sudah di depan mata, yaitu vaksinasi. Namun, program vaksinasi yang tengah berlangsung dilaksanakan tidak senada dengan kedisplinan masyarakat memenuhi bagiannya. Selama masyarakat yang akan divaksin belum tercapai 90 persen, maka tugas berat kita adalah menjalankan protokol kesehatan. Persoalannya, di saat program vaksinasi sedang dijalankan, virus telah bermutasi menjadi berbagai varian.

 

Jangan sampai usaha pemerintah selama ini yang telah menutup kegiatan pembelajaran anak sekolah selama hampir 1,5 tahun menjadi sia-sia. Atau pengorbanan tenaga kesehatan yang telah berjatuhan. Kalau terus-menerus seperti ini, maka kita tak kunjung henti berperang dengan waktu. Tak akan berakhir pandemi di tanah air ini. Kita hanya akan berandai-andai saja pandemi segera berlalu bila perihal menjalankan prokes pun harus selalu  diarahkan. Belum lagi menghadapi masyarakat yang enggan divaksin.

 

Penghentian aktivitas masyarakat akan terus menjadi sasaran. Tentu ranah selanjutnya akan mengganggu aktivitas pertahanan hidup. Dampak nyata berkesinambungan sudah lama jauh kita alami. Terjadi gangguan-gangguan tiada henti-hentinya. Teror kriminalitas bukan tidak mungkin akan ada di sekitar kita, sebab  hal itu menyangkut upaya memperpanjang umur.

 

Jika pandemi berlama-lama terjadi di negara ini, akibat pentingnya juga kita sendiri yang merasakan. Pengentasan pandemi ini harus sama-sama diperjuangkan.  Saran saya sederhana. Bagi yang belum divaksin segera mendaftarkan diri untuk divaksin secepatnya. Jangan bimbang persoalan vaksin mana yang lebih baik. Semua vaksin itu baik karena telah diproses melalui penelitian sain yang panjang. Bagi yang telah divaksin diharapkan tetap patuhi protokol kesehatan. Atau menjadi pelopor untuk mengajak keluarga terdekat supaya mau divaksin. Herd immunity akan terbangun dari dirimu dan dari keluarga terdekatmu.

 

(*) Penulis bergiat di Perkamen (Perhimpunan Suka Menulis)

Terbit: 12/08/2021

https://analisadaily.com/e-paper/2021-08-12/files/mobile/index.html#12

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjadwalan Proyek dengan Jaringan PERT/CPM