OPINI: Mengapa Sektor Pangan di Indonesia Mampu Bertahan di Masa Pandemi
Penny Charity Lumbanraja
Pasokan pangan secara global
terancam krisis akibat pandemi Covid-19. Negara-negara yang memiliki
pengelolaan pangan yang buruk dan ketergantungan impor akan kewalahan pada situasi
sulit ini.
Negara-negara di benua Eropa dan Amerika kini cepat-cepat membatasi ekspor-impor produksi pangan, termasuk membatasi perdagangan barang demi menjaga ketahanan pangannya. Produsen daging dari Amerika Serikat, Brasil dan Kanada menutup pabrik produksi pangannya demi menyelamatkan ekonomi rakyatnya. Prinsipnya, jangan sampai lolos dari pandemi tetapi rakyatnya justru mati kelaparan.
Mengapa sektor pangan suatu negara terancam krisis disebabkan adanya ketergantungan dalam hal pemasokan bahan baku penyediaan pangan. Rantai pasokan pangan di dunia terancam sejak diberlakukannya kebijakan karantina wilayah (lockdown), social distancing hingga larangan perjalanan.
Sebenarnya Indonesia terkena dampaknya. Contohnya, Indonesia masih mengimpor kurang lebih 70 persenkedelai dari Amerika Serikat, juga impor beras dari Vietnam dan Thailand. Selama ini, Indonesia gencar mengimpor beras karena produksi di dalam negeri yang terbatas dan diyakini adanya profit lebih saatmelakukan perdagangan ke luar negeri. Terlepas dari keadaan ini, pasokan beras Indonesia memang terganggu disebabkan pergantian musim yang kerap terjadi.
Tak hanya itu, kenyataannya pasokan bahan baku di Indonesia didominasi oleh hasil impor dari China dan kita tahu China merupakan episentrum penyebaran virus Corona di dunia. Sebanyak 25 persensumber bahan baku yang masuk ke Indonesia berasal dari China. Jadi, bisa dibayangkan betapa Indonesia bergantung pada China dalam hal memasok bahan baku produksi pangannya.
Namun, masyarakat Indonesia patut bersykur. Pemerintah mengklaim bahwa pertahanan pangan di Indonesia merupakan hal krusial.Upaya mempertahankan kondisi pangan sama dengan upaya aktif pemerintah Indonesia dalam mengentaskan wabah virus Corona agar segera berakhir.Indonesia perlahan memperhatikan ketergantungan terhadap impor bahan baku, khususnya impor dari negeri tirai bambu tersebut yang mencapai lebih dari seperempat total impornya.
Prima Gandhi seorang Dosen Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan IPB berpendapat bahwa adanya ketergantungan Indonesia pada impor pangan akan beresiko besar terhadap ketahanan pangan dan juga dapat mengancam kedaulatan kebijakan pangan NKRI.
Ketahanan Pangan di Indonesia
Diprediksi, kondisi sektor pangan Indonesia akan berada di zona aman selama masa pandemi. Dikatakan demikian sebab adanya beberapa pertimbangan pemerintah yang telah ditelaah lebih jauh. Pertama, kondisi neraca pangan Indonesia masih dalam kondisi surplus. Surplus neraca perdagangan terbentuk bila suatu negara gencar melakukan kegiatan ekspor ketimbang impor.
Dilihat dari sisi neraca perdagangan, kebijakan impor terkadang dianggap lebih menguntungkan. Hal ini menjelaskan bahwa negara dapat memproduksi sesuatu yang lain sebagai substitusi dari dalam negeri dan dapat diekspor. Akan tetapi, dengan asumsi harga ekspor di pasar luar negeri harus lebih tinggi daripada harga impor yang dibayarkan.
Menjaga perhitungan berapa yang diekspor harus lebih tinggi daripada berapa yang diimpor senantiasa akan tetap menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi negara. Hal ini sudah dicanangkan sejak terjadinya krisis ekonomi pada era Orde Baru Tahun 1997/1998.
Kedua, Indonesia merupakan negara kayadilimpahi sumber daya alam yang luar biasa. Maka kita tak heran dengan lagu berlirik “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Melihat betapa luas serta suburnya lahan pertanian dan perairan Indonesia sering membuat negara-negara tetangganya iri.
Peran aktif pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan telah dirancang sejak adanya momentum besar yang akan dialami, yaitu bonus demografi yang terjadi di Indonesia tahun 2025-2045 mendatang. Pemerintah Indonesiamempersiapkannya dalam gagasan “Visi Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045”. Program ini diharapkan sebagai wujud kendali pangan yang akan menguntungkan dengan negara-negara lain.
Selain itu, masalah ketergantungan pangan harus diantisipasisejak adanya perkiraan bahwa pada tahun 2030 akan terjadi krisis pangandunia. Peneliti Bappenas, Nugroho Ananti menjelaskan jika hal ini terjadi, maka ada persaingan ketat atas permintaan kebutuhan pasokan pangan yang tinggi sehingga menyebabkan kenaikan harga yang signifikan. Tentunya, keadaan ini menjadi tantangan besar, apalagi pada masa itu jumlah penduduk Indonesia akan mengalami lonjakan besar.
Melihat keadaan itu tidak hanya pemerintah dan masyarakat turut berperan, sumber daya alam Indonesia telah menjawabnya. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), lahan pertanian Indonesia merupakan sektor riil lapangan kerja yang dominan berkontribusi sebesar 27,33 persen disusul oleh sektor perdagangan dan industri pengolahan.
Persentase ini menjelaskan bahwa lahan pertanian Indonesia diperkirakan akan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat menyeluruh. Tantangan beratnya ialah pemerintah harus menjaga lahan pertanian yang produktif dan melarang adanya konversi lahan.
Pelaku konversi lahan dikendalikan tegas dengan memaksimalkan pungutan izin serta pajak lahan.Indonesia merupakan negara agraris tentunya diharapkan dapat menyokong kebutuhan pangannya secara mandiri jika kondisi lahan agrarianya tetap komitmen dijaga.
Sektor pertanian merupakan penunjang sumber ketahanan pangan yang harus dijaga. Dengan demikian, sektor lapangan kerja daerah pertanian adalah yang dapat diandalkan karena pada masa pandemi ini, intensitas penularan virus Corona tidak terlalu mengkhawatirkan. Jarak bekerja yang berjauhan serta jauh dari keramaian manusia tidak menjadi ancaman bagi produktivitas kinerja mereka.
Pemanfaatan sektor lahan pertanian mulai dari hulu hingga hilir dengan baik akan memberikan hasil kebutuhan pangan yang menggiurkan. Perhatian pemerintah dalam hal ini diwujudkan dengan memberdayakan petani untuk dapat memanfaatkan setiap lahannya dengan baik.
Ketiga, diversifikasi pangan dengan sumber daya lokal berpotensi. Diversifikasi pangan merupakan kemampuan menganekakan usaha pangan untuk menghindari ketergantungan. Sayangya, masyarakat Indonesia menunggali beras sebagai sumber pangan utama.
Dari segi fisiologis pangan, hal ini dapat menyebabkan penyempitan pilihan untuk komoditas lain seperti ubi, jagung, kentang dan sebagainya. Padahal komoditas tersebut dapatberpotensi sebagai bahan pangan utama.
Intensitas pergantian musim yang kerap terjadi menjadi kendala mengapa komoditas padi agak rawan. Pada saat musim kemarau terjadi berarti petani harus memeras keringatnya demi mendapatkan sumber ketersediaan air irigasi. Dengan cukupnya ketersediaan air, akan membantu produktivitas hasil panen padi. Inilah pekerjaan berat bagi petani.
Jumlah penduduk Indonesia sangat padat hingga lebih dari dua ratus jutajiwa. Tentunya kita mengharapkan adanya kedaulatan pangan jangka panjang. Sementara permintaan sumber pangan dari beras cenderung melonjak. Tuntutan ini mendesak diadakannya konversi lahan non-sawah ke sawah.
Melalui strategi diversifikasi pangan diharapkan menjadi cara adaptasi yang efektif dan efisien untuk mempersiapkan negara Indonesia memperoleh ketahanan pangan terutama di masa pandemi ini. Diversifikasi pangan mengartikan bahwa masyarakat Indonesia harus beradaptasi dengan beralih mencari pengganti sumber pangan utamanya. Sumber pangan lokal seperti ubi, sagu, jagung, dan kentang merupakan pilihan baik. Selain mudah diolah dan dijangkau, bahan pangan tersebut mengandung karbohidrat yang lebih tinggi dari beras dan sifatnya menyehatkan.
Oleh sebab itu, dengan adanya upaya pemerintah mengintensifkan diversifikasi pangan diyakini dapat mendukung stabilitas ketahanan pangan nasional. Diversifikasi juga dapat memperbaiki kandungan kualitas tanah dan mengurangi adanya hama penyakit pada tanaman.
Stimulus ini diharapkan berdampak pula pada hajat hidup para petani. Kesadaran penduduk Indonesia untuk mendukung upaya ini senantiasa turut ikut berpartisipasi dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia. Dengan menjaga ketahanan pangan berarti turut berkontribusi memutus penyebaran virus Corona di Indonesia.
Penerapan program diversifikasi pangan turut membantu Indonesia dalam pengendalian impor pangan. Kebijakan impor kebutuhan pangan yang tidak melebihi akan berdampak pada kestabilan devisa negara. Dengan itu, Indonesia akan tetap mengupayakan hubungannya dengan negara lain agar dapat saling menguntungkan meskipun saat ini pembatasan impor makanan dan hasil pertanian sedang dijaga.
(*) Penulis bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)
Terbit: 15/07/2020
Komentar
Posting Komentar