OPINI: Memerangi Kemiskinan Melalui Pendidikan
Penny Charity Lumbanraja
Sebagaimana diketahui,
soal kemiskinan kian carut-marut seiring dengan semakin pesat tren pertumbuhan
dunia. Siapa yang tak mampu mengikuti arus perkembangan, ia akan terhimpit
dengan kemajuan. Kemiskinan sudah menjadi persoalan
ketimpangan yang bertumbuh menjadi ketakutan serta ancaman karena menghambat setiap
progres kemajuan bangsa.
Banyak hal menjadi wujud
perhatian yang dilakukan untuk mengentaskan persoalan kemiskinan. Ini menjadi pergumulan
serius bagi negara. Strategi penanggulangan kemiskinan menjadi target yang
harus dicapai melihat kasus pandemi Covid-19 cenderung mengakibatkan angka
kemiskinan di dunia semakin meningkat, terkhususnya Indonesia.
Saat ini tindakan pemerintah
demi memulihkan perekonomian negara belum dapat sepenuhnya fokus pada aktivitas
perekonomian saja. Alokasi anggaran PEN banyak diguyur untuk menahan penyebaran
pandemi yang disebabkan virus Corona. Faktanya, pemerintah telah mengalokasikan
dana sekian ratus triliun untuk bantuan sosial demi meredam dampak kemiskinan
yang terjadi selama pandemi berlangsung.
Namun, dengan
memberikan bantuan sosial tidaklah cukup. Sebab, anggaran sekian hanya mampu
menyokong pangan di waktu yang relatif singkat. Hanya bersifat sementara dan
tidak untuk jangka waktu yang lama. Bentuk-bentuk kemiskinan ini dibedakan dari
segi sebagaimana mampu ia dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Ada bentuk
kemiskinan yang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja tidak punya daya sama sekali.
Miris sekali ini bisa terjadi karena dasar keahlian yang sama sekali tidak
dimiliki atau tidak terbekali.
BPS mengartikan kemiskinan
sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, yang diukur
dari pengeluaran. Artinya, orang yang pengeluarannya di bawah angka rata-rata
garis kemiskinan termasuk warga miskin. Garis Kemiskinan pada Maret 2021 tercatat sebesar
Rp472.525,00/ kapita/bulannya. Secara rata-rata rumah tangga miskin di
Indonesia memiliki 4,49 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya
Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar
Rp2.121.637,00/rumah tangga miskin/bulan.
Pada 15
Juli 2021, BPS merilis
laporan bahwa pada Maret 2021 sebesar
10,14% atau sebanyak 27,54 juta penduduk Indonesia berstatus miskin.
Tingkat kemiskinan Maret 2021 ini sedikit turun dari
September 2020 namun masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi
pada September 2019. Melihat itu, pemerintah menargetkan akan menekan
kemiskinan hingga 9,2 persen.
Sekelompok
negara seperti Brasil, Kamboja dan Peru mengadopsi
berbagai strategi yang dipelajari oleh peneliti dunia dan berhasil selama
beberapa tahun lalu menerapkan strategi tersebut sehingga berpeluang mengurangi
dampak ketimpangan kemiskinan secara signifikan.
Alhasil
meningkatkan penghasilan masyarakat miskin dan memperkuat prospek pertumbuhan
negara jangka panjang dengan memperhatikan faktor kebutuhan dasar masyarakat (basic need approach). Perhatian soal
gizi anak usia dini disoroti sejak seratus hari pertumbuhan selama ibu
mengandung, proteksi kesehatan, kualitas pendidikan, bantuan dari pemerintah,
dukungan infrastruktur yang merata hingga ke pelosok daerah serta sistem
perpajakan yang progresif.
Faktanya, pendidikan memang
salah satu obat yang paling mujarab. Pendidikan secara merata yang diberikan baik
formal maupun non formal. Maka tak heran, wujud perhatian pemerintah saat ini
soal pendidikan patut ditindak dengan serius sejak dini. Salah satu peran
pemerintah dengan mencanangkan Kebijakan Merdeka
Belajar. KMB merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi
terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil
Pelajar Pancasila.
Jumlah pelajar akan
semakin bertambah seiringan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Sehingga
membekali anak-anak Indonesia dari dini dengan pendidikan bermutu sudah menjadi
prioritas. Jadi, bukan hanya sekedar mengantarkan mereka ke sekolah. Apalagi
proses pembelajaran tatap muka tengah berlangsung di tengah paparan virus yang
masih merebak.
Penerapan pembelajaran
tatap muka bukan hanya sekedar mereka dapat belajar di atas kursi dan meja
belajarnya. Lebih dari itu, apakah mereka sudah benar-benar merasa jam belajar
yang singkat sesuai dengan kualitas pembelajaran yang diterima di sekolahnya.
Para tenaga pengajar
menjadi role player penggerak
perbaikan mutu pendidikan saat ini. Kualitas cara mengajar menjadi perhatian
bagi para didikan apakah dapat merombak cara belajar mereka yang sempat membeku
karena masa pandemi yang tidak memungkinkan mereka belajar di sekolah. Para
pengajar harus berupaya untuk membangkitkan kembali gairah belajar anak supaya
dapat bersemangat meskipun adanya keterbatasan ruang dan waktu.
Program Merdeka
Belajar yang tengah berjalan difokuskan demi memastikan
anak-anak Indonesia dapat bersekolah, mendapatkan pendidikan yang berkualitas,
serta adanya keadilan sosial atau pemerataan dalam mendapatkan akses pendidikan
berkualitas tersebut. Sehingga sangat diharapkan bagi seluruh pemangku
kepentingan pendidikan (pemerintah, tenaga pengajar termasuk peserta didik)
menjadi agen perubahan.
Peran keluarga bagi
anak juga harus
nyata memberikan pengaruh dan dukungan sepenuhnya bagi pendidikan anak. Orang
tua harus mampu mengawasi sistem pembelajaran anak dan tidak melimpahkan tugas
seolah-olah kualitas pendidikan anak hanya akan didapatkan anak ketika mereka
berada di sekolah.
Loncatan perbaikan
angka kemiskinan bisa terjadi bila setiap orang berintegrasi dan mengambil
perannya masing-masing untuk bertindak. Tanpa adanya intervensi dari
masyarakat, maka impian pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan hanyalah
omong kosong belaka. Masyarakat juga harus bertindak sejalan untuk mendukung
pentingnya perolehan pendidikan bagi anak. Menggenjot mutu pendidikan bukanlah ajang
lempar bola, melainkan setiap peran harus tali-bertali agar setiap komponen tujuan
yang baik dapat menyatu.
Anak-anak harus dipicu passion belajarnya dengan mengajak, mengarahkan,
dan memberikan waktu lebih banyak untuk mengembangkan keterampilannya selama
masa-masa belajarnya. Anak-anak harus menyadari dan paham betul, memperoleh
pendidikan menjadi senjata bagi mereka untuk bertahan hidup di tengah
persaingan dan perkembangan zaman kelak. Bagaimana caranya agar anak-anak
Indonesia dapat mencintai pendidikan sebagai bekal hidupnya, itu sudah menjadi
tugas kita bersama.
(*) Penulis adalah
penulis, dosen dan abdi negara di instansi Kemetrologian Pemerintah serta aktif
di Perhimpunan Suka Menulis (PERKAMEN)
Komentar
Posting Komentar