OPINI: Merindukan Lingkungan Bebas Asap Rokok
Penny Charity Lumbanraja
Faktanya, asap rokok telah mencemari 1,2 juta paru-paru penduduk di dunia. Rata-rata korban meninggal akibat berperan sebagai perokok pasif. Perokok pasif rentan terhadap berbagai penyakit yang berujung pada kematian. Pernyataan iniditukaskan oleh dr Guzin Zeren, dokter asal Turki yang juga merupakan konsultan dari Komisi Ilmiah Asosiasi Kedokteran Keluarga Istanbul (ISTAHED).
Hal yang mengerikan lagi ialah hampir 30 persen korban di antaranya merupakan anak-anak. Pada anak-anak, terpapar asap rokok membuat mereka berisiko terkena penyakit pernapasan seperti asma, pilek, infeksi telinga, infeksi saluran pernapasan, alergi dan meningitis. Kesehatan anak perokok pasif terganggu serta kemampuan akademiknya cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang tidak terpajan asap rokok.
Perokok aktif adalah sebutan kepada
orang yang langsung menghisap asap dari rokok. Sementara perokok pasif bagi
mereka yang menghirup reduksi asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok aktif.Kondisi lingkungan bebas asap
rokok harus diupayakan bersama. Pasalnya, kekerapan menghirup asap rokok jauh
lebih membahayakan kesehatan paru-paru perokok pasif ketimbang perokok aktif. Angka kematian akibat perokok pasif bisa
menyentuh jutaan orang.
Perlu kita ketahui bahwa asap rokok tidak dapat hilang begitu saja setelah dihembuskan. Asap rokok dapat bertahan di udara hingga 2,5 jam.Zat-zat beracun yang dihasilkan dari asap rokok tersebut dapat menempel pada benda-benda di sekitarnya. Jangankan pada lingkungan dengan ruangan tertutup, ruangan bebas udara sekalipun tidak akan menghilangkan zat-zat ini sampai berhari-hari hingga berminggu-minggu.Polusi asap rokok tetap ada mengendap di dalam tubuh si perokok walaupun orang tersebut telah berhenti merokok.
Menghirup asap rokok sangat berdampak
buruk, baik sementara maupun dalam jangka panjang.Asap tembakau yang dihasilkan
itu sendiri mengandung sekitar 4.000 bahan kimia. Dan lebih dari 1,25 persen di
antaranya telah dikaitkan dengan penyakit akut seperti kanker.
Kenyataannya, asal-muasal dikembangkan
suatu produk pengganti nikotin dilatarbelakangi adanya penilaian buruk yang
menghujam para perokok dengan tembakau. Pada tahun 1962, ilmuwan perusahaan
Pharmacia di Swedia mengembangkan suatu produk pengganti nikotin. Lebih dari 50
tahun penelitian ini gencar diadakan. Riset-riset ini dibangun untuk membangun
persekusi terhadap para perokok dan industri tembakau. Bahkan ahli bedah umum
asal Amerika pun menampik tegas bahwa pelaku penghasil asap rokok merupakan
bagian dari tindak kejahatan.
Persoalan asap rokok merupakan sorotan
utamapara ahli riset dan perhatian penting bagi industri farmasi. Namun,
berbeda pendapat dari Prof.
Robert Nilsson, peneliti asal Universitas Stockholm, Swedia. Dia menyebutkan
bahwa pelaku perokok pasif hanya setara dengan perokok aktif yang mengonsumsi
seminggu satu batang dalam setahun. Namun, pendapatnya itu dicekal karena menimbulkan
kontroversi. Hasil risetnya ditolak dan dipersekusi karena dianggap suatu
bentuk persekongkolan dengan industri tembakau.
Alhasil, berdasarkan perjalanan panjang
para peneliti, sejak saat itu stigma bermunculan bagi para penghisap tembakau.
Perokok dianggap sebagai pelaku kejahatan serta harus ditindak tegas dengan hukuman
berat. Mengapa sampai sefatal itu, sebab riset menyimpulkan bahwa pengaruh asap
rokok dapat memunculkan penyakit generatif yang sifatnya mematikan.
Setidaknya pengaruh sebanyak 25 persen
dari menghirup asap rokok dapat memicu risiko seseorang terserang kanker
paru-paru. Perokok pasif juga meningkatkan risiko penyakit jantung
koroner. Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri
dada, dan gagal jantung. Jadi, penting bagi masyarakat untuk bersikap waspada
akan bahaya asap rokok. Sebab, tak ada yang bisa menjamini kesehatan pernapasan
seseorang akan baik terjaga, bila dia masih bersikap tak acuh pada pencemaran
asap rokok.
Mengingat kembali, mungkin kita bisa
belajar dari kisah kehidupan almarhum Bapak Sutopo. Beliau adalah Mantan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Saya pernah menuliskan
tentang perjuangan beliau yang melawan sakit kanker paru-paru ganas stadium 4
di tengah-tengah pemenuhan tanggung jawabnya mengentaskan informasi hoax di
Indonesia. Beliau memiliki pola hidup sehat yang tidak diragukan, namun siapa yang
menyangka dapat runtuh akibat asap rokok. Setelah ditelusuri, Almarhum Bapak
Sutopo merupakan
perokok pasif dan menjadi korban di lingkungan kerjanya yang mayoritas perokok
selama bertahun-tahun.
Pertanyaan umum yang terus muncul dalam
kita sendiri ialah mengapa industri rokok masih tetap ada, meskipun dampaknya
membawa ancaman bagi setiap orang. Industri rokok di Indonesia bagai pedang
bermata dua. Meskipun, rokok dapat mengancam kesehatan penggunanya namun
kontribusi dari industri ini berimbas pada sumber pendapatan negara.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengerek
bahwa Cukai Hasil Tembakau (CHT) merupakan
penyumbang cukai terbesar bagi negara. Kontribusinya kian meningkat seiring
berjalannya waktu. Sehingga bila industri rokok ditutup tiba-tiba hal ini dapat
membabat para petani kecil hingga tenaga kerja yang terlibat. Pengangguran akan
bertambah maka dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara.Tak bisa
ditangkis, permintaan pasar pada rokok cenderung meningkat. Jadi, kita sulit
mengelak, memang sepatutnya sebagai masyarakat yang bukan perokok harus
menghindari pencemaran udara akibat asap rokok ini.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan hak bersama
yang patut diterima bagi masyarakat yang bukan perokok. Kebijakan menerapkan
lingkungan bebas asap rokok sepatutnya dijaga agar masyarakat dapat menghirup
udara yang bersih dan sehat tanpa ada rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan
dari asap rokok. Di berbagai daerah, pemerintahannya telah mencanangkan
berbagai aturan yang menegaskan soal larangan merokok di wilayah tertentu.
Asap rokok yang dihasilkan dapat
mengganggu aktivitas kehidupan manusia. Ketika seorang perokok mau menghargai
keberadaan orang yang bukan merokok, penilaian positif akan muncul dalam benak
orang lain yang bukan merokok. Mereka turut merasakan andil yang besar terhadap
sikap perokok yang tidak merokok di sembarang tempat. Apalagi bila kawasan
tersebut jelas dipenuhi oleh orang yang tidak merokok. Persoalannya, kadang
para perokok tidak cukup peka alias tidak peduli.
(*) Penulis adalah warga biasa dan
bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)
Komentar
Posting Komentar