OPINI: Merindukan Lingkungan Bebas Asap Rokok

https://analisadaily.com/e-paper/2021-06-05/files/mobile/index.html#12

 


Penny Charity Lumbanraja

 

Faktanya, asap rokok telah mencemari 1,2 juta paru-paru penduduk di dunia. Rata-rata korban meninggal akibat berperan sebagai perokok pasif. Perokok pasif rentan terhadap berbagai penyakit yang berujung pada kematian. Pernyataan iniditukaskan oleh dr Guzin Zeren, dokter asal Turki yang  juga merupakan konsultan dari Komisi Ilmiah Asosiasi Kedokteran Keluarga Istanbul (ISTAHED).

 

Hal yang mengerikan lagi ialah hampir 30 persen korban di antaranya merupakan anak-anak. Pada anak-anak, terpapar asap rokok membuat mereka berisiko terkena penyakit pernapasan seperti asma, pilek, infeksi telinga, infeksi saluran pernapasan, alergi dan meningitis. Kesehatan anak perokok pasif terganggu serta kemampuan akademiknya cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang tidak terpajan asap rokok.

 

Perokok aktif adalah sebutan kepada orang yang langsung menghisap asap dari rokok. Sementara perokok pasif bagi mereka yang menghirup reduksi asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok aktif.Kondisi lingkungan bebas asap rokok harus diupayakan bersama. Pasalnya, kekerapan menghirup asap rokok jauh lebih membahayakan kesehatan paru-paru perokok pasif ketimbang perokok aktif. Angka kematian akibat perokok pasif bisa menyentuh jutaan orang.

 

Perlu kita ketahui bahwa asap rokok tidak dapat hilang begitu saja setelah dihembuskan. Asap rokok dapat bertahan di udara hingga 2,5 jam.Zat-zat beracun yang dihasilkan dari asap rokok tersebut dapat menempel pada benda-benda di sekitarnya. Jangankan pada lingkungan dengan ruangan tertutup, ruangan bebas udara sekalipun tidak akan menghilangkan zat-zat ini sampai berhari-hari hingga berminggu-minggu.Polusi asap rokok tetap ada mengendap di dalam tubuh si perokok walaupun orang tersebut telah berhenti merokok.

 

Menghirup asap rokok sangat berdampak buruk, baik sementara maupun dalam jangka panjang.Asap tembakau yang dihasilkan itu sendiri mengandung sekitar 4.000 bahan kimia. Dan lebih dari 1,25 persen di antaranya telah dikaitkan dengan penyakit akut seperti kanker.

 

Kenyataannya, asal-muasal dikembangkan suatu produk pengganti nikotin dilatarbelakangi adanya penilaian buruk yang menghujam para perokok dengan tembakau. Pada tahun 1962, ilmuwan perusahaan Pharmacia di Swedia mengembangkan suatu produk pengganti nikotin. Lebih dari 50 tahun penelitian ini gencar diadakan. Riset-riset ini dibangun untuk membangun persekusi terhadap para perokok dan industri tembakau. Bahkan ahli bedah umum asal Amerika pun menampik tegas bahwa pelaku penghasil asap rokok merupakan bagian dari tindak kejahatan.

 

Persoalan asap rokok merupakan sorotan utamapara ahli riset dan perhatian penting bagi industri farmasi. Namun, berbeda pendapat dari Prof. Robert Nilsson, peneliti asal Universitas Stockholm, Swedia. Dia menyebutkan bahwa pelaku perokok pasif hanya setara dengan perokok aktif yang mengonsumsi seminggu satu batang dalam setahun. Namun, pendapatnya itu dicekal karena menimbulkan kontroversi. Hasil risetnya ditolak dan dipersekusi karena dianggap suatu bentuk persekongkolan dengan industri tembakau.

 

Alhasil, berdasarkan perjalanan panjang para peneliti, sejak saat itu stigma bermunculan bagi para penghisap tembakau. Perokok dianggap sebagai pelaku kejahatan serta harus ditindak tegas dengan hukuman berat. Mengapa sampai sefatal itu, sebab riset menyimpulkan bahwa pengaruh asap rokok dapat memunculkan penyakit generatif yang sifatnya mematikan.

 

Setidaknya pengaruh sebanyak 25 persen dari menghirup asap rokok dapat memicu risiko seseorang terserang kanker paru-paru. Perokok pasif juga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri dada, dan gagal jantung. Jadi, penting bagi masyarakat untuk bersikap waspada akan bahaya asap rokok. Sebab, tak ada yang bisa menjamini kesehatan pernapasan seseorang akan baik terjaga, bila dia masih bersikap tak acuh pada pencemaran asap rokok.

 

Mengingat kembali, mungkin kita bisa belajar dari kisah kehidupan almarhum Bapak Sutopo. Beliau adalah Mantan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Saya pernah menuliskan tentang perjuangan beliau yang melawan sakit kanker paru-paru ganas stadium 4 di tengah-tengah pemenuhan tanggung jawabnya mengentaskan informasi hoax di Indonesia. Beliau memiliki pola hidup sehat yang tidak diragukan, namun siapa yang menyangka dapat runtuh akibat asap rokok. Setelah ditelusuri, Almarhum Bapak Sutopo merupakan perokok pasif dan menjadi korban di lingkungan kerjanya yang mayoritas perokok selama bertahun-tahun.

 

Pertanyaan umum yang terus muncul dalam kita sendiri ialah mengapa industri rokok masih tetap ada, meskipun dampaknya membawa ancaman bagi setiap orang. Industri rokok di Indonesia bagai pedang bermata dua. Meskipun, rokok dapat mengancam kesehatan penggunanya namun kontribusi dari industri ini berimbas pada sumber pendapatan negara.

 

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengerek bahwa Cukai  Hasil Tembakau (CHT) merupakan penyumbang cukai terbesar bagi negara. Kontribusinya kian meningkat seiring berjalannya waktu. Sehingga bila industri rokok ditutup tiba-tiba hal ini dapat membabat para petani kecil hingga tenaga kerja yang terlibat. Pengangguran akan bertambah maka dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara.Tak bisa ditangkis, permintaan pasar pada rokok cenderung meningkat. Jadi, kita sulit mengelak, memang sepatutnya sebagai masyarakat yang bukan perokok harus menghindari pencemaran udara akibat asap rokok ini.

 

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan hak bersama yang patut diterima bagi masyarakat yang bukan perokok. Kebijakan menerapkan lingkungan bebas asap rokok sepatutnya dijaga agar masyarakat dapat menghirup udara yang bersih dan sehat tanpa ada rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari asap rokok. Di berbagai daerah, pemerintahannya telah mencanangkan berbagai aturan yang menegaskan soal larangan merokok di wilayah tertentu.

 

Asap rokok yang dihasilkan dapat mengganggu aktivitas kehidupan manusia. Ketika seorang perokok mau menghargai keberadaan orang yang bukan merokok, penilaian positif akan muncul dalam benak orang lain yang bukan merokok. Mereka turut merasakan andil yang besar terhadap sikap perokok yang tidak merokok di sembarang tempat. Apalagi bila kawasan tersebut jelas dipenuhi oleh orang yang tidak merokok. Persoalannya, kadang para perokok tidak cukup peka alias tidak peduli.

 

(*) Penulis adalah warga biasa dan bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)

 

 Tanggal : 05/06/2021

https://analisadaily.com/e-paper/2021-06-05/files/mobile/index.html#12



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjadwalan Proyek dengan Jaringan PERT/CPM