OPINI: Menyoal Timbangan yang Kerap Dipakai Pedagang

 


Penny Charity Lumbanraja

 

KEMETROLOGIAN masih terdengar asing di telinga kita. Tak hanya bagi orang-orang kota, penduduk desa pun sering keliru soal keberadaan bidang ini. Baiklah saya bagikan secuil kisah pengalaman saya.

Tidak terasa sudah hampir tiga bulan berada di instansi kemetrologian ini. Saya melihat bidang ini memiliki kontribusi dan peran positif di tengah-tengah masyarakat. Bercerita soal peran, mari kita membayangkan aktivitas jual-beli di pasar.

Dalam menentukan nilai atau harga komoditas yang kita beli, ada sebuah alat yang lazimnya digunakan pedagang. Bisa kita sebut neraca atau timbangan. Ini contoh kecil saja. Timbangan ini bermacam-macam lagi klasifikasinya, tergantung jenis barang yang hendak kita timbang.

Ada yang sepatutnya diketahui oleh konsumen saat membeli barang dagangan di pasar soal ketepatan alat ukur yang digunakan pedagang. Kelayakan alat ukur seperti apa yang digunakan si pedagang amat menentukan.

Kalau kita membeli kebutuhan pokok seperti ikan, sayur-sayuran selayaknya mengunakan timbangan pegas, bukan timbangan plastik. Sebab timbangan plastik tidak memenuhi standar untuk digunakan sebagai penentu nilai barang. Timbangan plastik hanya bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga saja.

Neraca pegas yang digunakan pun harus memiliki tanda sah atau tera yang dilegalisasi oleh pihak kemetrologian secara periodik. Ciri-cirinya ada label atau stiker bertanda kemetrologian di alat ukur tersebut. Jika timbangan tersebut memiliki tanda seperti itu, maka pedagang dan pembeli tersebut telah memperoleh hak kepastiannya.

Kasus lain ialah si pedagang yang menggunakan timbangan meja. Di beberapa pasar daerah tertentu masih menggunakan timbangan jenis ini. Di pasar-pasar daerah Jawa masih banyak menggunakannya.

Ciri khas timbangan ini adanya menggunakan Anak Timbangan (AT) sebagai kontrol-nya. Ada AT bermassa 50 gram, 100 gram, 200 gram, 500 gram, satu hingga dua kilogram.

Timbangan jenis ini wajib memiliki tanda tera atau sah pada setiap perangkat AT-nya dan serta timbangan itu sendiri. Artinya AT tersebut harus diuji pada laboratorium kemetrologian yang diakui oleh pemerintah.

AT yang dimiliki pedagang semestinya diuji pada AT standar kerja yang telah diverifikasi oleh Badan Standar Metrologi Legal. AT bermassa satu kilogram harus benar-benar pas satu kilogram jika dibandingkan dengan AT yang ada di laboratorium kemetrologian.

Kenyataannya yang pernah saya temukan saat saya uji AT tersebut dengan timbangan elektronik didapati ukurannya yang jauh dari sepantasnya. Misalnya seharusnya satu kilogram rupanya malah 990 gram. Sungguh miris.

Saya perhatikan lagi kapan terakhir AT ini ditera. Saya melihat tanda tera AT tersebut terakhirnya pada tahun 2009. Artinya si pemilik AT selaku pelaku usaha tersebut tidak secara periodik melakukan permintaan tera kepada pihak kemetrologian. Bisa kita bayangkan sudah berapa ribu pembeli yang dirugikan.

Melalui tulisan ini, saya berharap dapat mengedukasi kita semua betapa pentingnya kebenaran alat ukur yang digunakan saat bertransaksi jual-beli. Masyarakat selaku konsumen semestinya bersikap objektif saat berada pada kondisi ini.

Lain lagi perihal adanya momentum pemeriksaan di lapangan. Pelaku usaha yang baik harus memiliki etika bisnis yang baik saat menyikapi kegiatan sidang tera ulang yang dilaksanakan oleh pihak kemetrologian. Tak akan merugikan pihak pelaku usaha pasar, melainkan untuk kesejahteraan kita bersama.

(*) Penulis terlibat di bidang kemetrologian pemerintah dan bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)

Terbit: 06/03/2021

https://sorotdaerah.com/2021/03/06/menyoal-timbangan-yang-kerap-dipakai-pedagang/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjadwalan Proyek dengan Jaringan PERT/CPM