OPINI: Menjunjung Tinggi Sistem Perdagangan Yang Adil
Penny Charity Lumbanraja
Seorang guru fisika sedang menguji siswa yang diajarkannya saat mereka memasuki materi pengukuran. Guru tersebut menanyakan berapakah konversi satuan massa 1 kilogram ke gram. Ia bertanyakepada salah satu murid. Tandasnya, “1000 gram, pak.” Kemudian Guru tersebut menunjuk salah satu siswa yang lain. Jawabnya, 950 gram, pak”. Sontak guru itu terkejut mendengar jawaban anak tersebut. “Mengapa kamu menjawab demikian?” tanya guru itu kembali. “Karena saat saya berdagang di kios pak, orang tua saya mengajarkan hal demikian.” Pintasnya.
Mungkin masih sedikit di antara kita yang pernah membaca kalimat, “Bantjana Patakara, Pralaja Kapradanan”. Motto Direktorat Metrologi Bandung ini memiliki makna yang dalam yang tersirat yaitu “Memperdaya Ukuran, Menghilangkan Kepercayaan”. Sepenggal kalimat ini selayaknya perlu kita ketahui bersama, terkhusus kepada pihak yang terlibat dengan kegiatan transaksi perdagangan.
Menurut Pasal 4 KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang), perbuatan perdagangan meliputi: kegiatan jasa komisi, jual beli surat berharga, perbuatan para (pedagang, pemimpin bank, bendahara, makelar), pemborongan pekerjaan (bangunan, makanan dan minuman keperluan kapal), ekpedisi (pengangkutan barang dagangan), menyewakan atau mencarterkan kapal, perbuatan agen, muat bongkar kapal, pemegang buku, pelayan, pedagang, urusan dagang para pedagang serta semua kegiatan asuransi. Artinya kegiatan perdagangan atau perniagaan itu sendiri secara umum adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat lain pada waktu tertentu dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.
Barang yang dimaksud adalah barang yang diperbolehkan untuk diperdagangkan. Sehingga dengan pengertian di atas, kegiatan perdagangan memiliki arah untuk memperoleh keuntungan yang tidak hanya dimiliki oleh si pelaku usaha, melainkan si penerima manfaat usaha tersebut.
Motto yang dicanangkan Direktorat Metrologi tersebut bersentuhan dengan hal-hal transaksi perdagangan yang melibatkan sistem pengukuran dengan menggunakan alat ukur.Metrologi legal sebagai bagian dari Direktorat Metrologi mengambil peran dalam hal ini. Kegiatan bidang Metrologi Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Aspek pengaturan dalam Undang-Undang tersebut meliputi: satuan- satuan pengukuran, standar satuan, pengujian dan peneraan Alat-alat Ukur Takar Timbang dan Perlengkapannya (UTTP), tanda tera, dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) beserta dengan perbuatan yang dilarang terkait dengan peredaran dan penggunaan Alat ukur dan Satuan Ukuran (SU) yang tidak sesuai dengan ketentuan,dan terakhir peredaran BDKT yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Pada prakteknya, kegiatan yang sering dilakukan para pemilik usaha saat bertransaksi dagang adalah terjadinya penyelewengan kebenaran UTTP, BDKT dan sistem SU.Penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadimeliputi alat ukur yang tak memiliki tanda tera (sah), tera UTTP yang bertanda batal, UTTP yang tidak bertanda tera sah yang berlaku yang dipergunakan sebagai penentu harga barang, BDKT yang kuantitas isinya tidak sesuai dengan ukuran yang tertera pada kemasan atau BDKT yang memilki kemasan rusak, dan nilai satuan ukur barang yang tidak mengikuti ketentuan Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU).
Syarat UTTP sebagai mediator dagang adalah UTTP yang telah diberi tanda tera (sah) dari pihak berwenang sebelum UTTP tersebut layak dipergunakan. Setiap UTTP harus dikalibrasi secara berkala dengan standar acuan dan memperhatikan setiap syarat kemetrologian masing-masing UTTP. Jika si pemilik usaha (wajib tera) dengan teratur memperhatikan periode tera alat ukurnya, maka budaya tertib ukur akan dapat terpenuhi.
Sayangnya, banyak pemilik usaha yang belum teredukasi dengan benar tentang pentingnya tertib ukur. Tak hanya bagi mereka yang tidak melakukan pelaporan permintaan UTTP-nya untuk ditera, bahkan tak sedikit yang dengan sengaja memperdaya alat ukurnya demi meraup keuntungan semata. Hal ini merupakan tindakan kejahatan yang patut dihindari.
Demikian halnya juga dengan barang dagangan dalam kemasan. Setiap barang dalam kemasan yang tidak memiliki kuantitas yang sesuai dengan yang dicantumkan merupakan tindakan yang merugikan masyarakat. Tindakan ini merupakan pelanggaran dalam sistem transaksi perdagangan.
Pemerintah telah mengatur setiap peraturan yang berkaitan dengan keadilan dalam sistem perdagangan Indonesia. Dengan mengacu pada UU serta Peraturan Menteri, sistem perdagangan yang adil merupakan hal yang sangat penting. Dimulai dari sektor terkecil sekalipun hingga terbesar amat berdampak. Jika setiap pelaku usaha menyadari betapa pentingnya budaya tertib ukur, hal ini dapat mendongkrak perekonomian Indonesia yang lebih baik. Mengapa demikian? Karena kepercayaan masyarakat pada sistem perdagangan di Indonesia adalah yang utama. Wajib dijunjung tinggi kebenarannya.
Pada dasarnya setiap oknum (pemerintah, pengawas kemetrologian, penera serta masyarakat) selalu berperan untuk mengawasi setiap kegiatan yang berhubungan dengan transaksi perdagangan. Jangan sampai saling merugikan. Saya berharap dengan adanya ulasan ini, masyarakat Indonesia dapat teredukasi dengan benar tentang pentingnya budaya tertib ukur. Harapannya, denganberbudaya tertib ukur, masa depan perdagangan Indonesia akan semakin cerah.
(*)
Penulis bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis). Penulis merupakan CPNS di Dinas Koperasi dan Perdagangan dan saat ini bertugas di UPTD Metrologi Legal Kisaran.
Komentar
Posting Komentar