OPINI: Menyambung Asa Pelaku UMKM


Penny Charity Lumbanraja

 

Usaha ultramikro, mikro, kecil dan menengah sifatnya lebih elastis. UMKM dianggap lebih mampu menyesuaikan diri dengan perekonomian Indonesia saat mengalami tekanan dibandingkan dengan usaha berskala besar. Adanya kebijakan yang konsisten serta persisten sebagai jurus ampuh yang dapat menyelamatkan pertumbuhan negara.

 

Kondisi pandemi dampaknya sangat memukul sektor perekonomian di Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar telah banyak bertiarap. Uniknya, aktivitas UMKM semakin diminati masyarakat. Usaha sektor informal ini berhasil menarik perhatian masyarakat untuk membelanjai pendapatannya. UMKM telah menunjukkan kedigdayaannya untuk memulihkan perekonomian nasional melalui aktivitas konsumsi masyarakat. Pagebluk pandemi rupanya menjadi stimulan bagi perilaku konsumsi masyarakat.

 

Meminjam data Kementrian Koperasi dan UMKM, UMKM menyumbang 64 persen untuk pertumbuhan nasional. Angka ini cukup fantastis. Sehingga impian untuk mengembangkannya, para pelaku UMKM tak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Tantangannya, ialah bagaimana mengawal berjalannya UMKM mulai dari urusan administrasi, kebutuhan pasokan, proses, hingga sampai pada distribusi produk akhir yang dihasilkan.

 

Upaya pemerintah dalam mendukung terbentuknya unit ini secara nyata tak bisa hanya ditindak dengan memberikan bantuan likuiditas UMKM. Kendala-kendala yang muncul kerap terjadi ketika masyarakat tidak memiliki strategi khusus dalam mengelola usahanya.

 

Faktanya, dalam menggagas usaha tentu tidak mudah. Apalagi bila masyarakat tidak disertai edukasi, keterampilan dan keahlian untuk merintis usahanya dari nol. Masyarakat kebingungan untuk memulai usahanya dari tahap awal. Adanya kesamaan jenis usaha pada lokasi yang sama, masyarakat tak mengetahui segmentasi pasar dinilai menjadi salah satu sebab usahanya tak mampu berkelanjutan. Jadi, hambatannya tak serta-merta hanya persoalan keuangan.

 

Bantuan suntikan modal kerja berlaku bagi UMKM serta koperasi yang telah berjalan tetapi ekonominya sedang tertekan akibat pandemi. Bantuan itu tidak sepenuhnya menjadi jawaban bagi mereka yang kendalanya tidak hanya dari segi keuangan. Akan tetapi, kesulitan membentuk usaha akibat tak memiliki kemampuan pengembangan usaha.

 

Sementara, fondasi dan kapasitas besar kecilnya UMKM dilatarbelakangi masyarakatnya yang memahami strategi pengembangan usaha hingga berskala besar. Keadaan semakin maju dan mendesak masyarakatnya untuk segera mengadaptasikan usahanya dengan situasi serba digital.

 

Keterlibatan pemerintah ialah dengan memberikan dukungan pelatihan serta ketrampilan yang sangat dibutuhkan supaya mendorong minat  masyarakat berusaha. Selain itu, produk akhir yang dihasilkan dapat dibelanjai oleh aparat pemerintah sebagai bentuk keterlibatan aparat dengan pelaku UMKM.

 

Baik pemerintah pusat hingga ke daerah diharapkan mau menyerap produk yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Nantinya, masyarakat tidak kebingungan ketika produk akhir telah jadi, bisa didistribusikan langsung kepada para aparat di daerahnya, sehingga semakin lama akan terjadi perluasan pasar di berbagai wilayah.

 

Fokus pada tiga urgensi administrasi: urusan legalitas usaha, standardisasi hingga pencatatan laporan keuangan. Keterlibatan pihak profesional tertentu, bisa dari kalangan akademisi untuk mengedukasi para pelaku usaha dalam mengelola kinerja keuangannya. Faktanya, masih banyak pelaku usaha yang belum memiliki kompetensi untuk mengelola keuangan usahanya. Akhirnya mereka mengalami kendala saat diperhadapkan dengan situasi yang membutuhkan pengelolaan keuangan dengan baik.

 

Tak ketinggalan, harapan-harapan untuk menjadikan produk UMKM Indonesia menuju global tentu melibatkan teknologi di dalamnya. Produk UMKM yang dihasilkan harus mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan luar negeri. Otomatis, soal kualitas produk harus menjadi perhatian bersama. Tentunya kita menginginkan produk UMKM berpeluang menguasai pasar di dalam negeri dari gempuran impor produk asing.

 

Pemerintah hingga berbagai lapisan masyarakat sangat berharap jangan sampai kondisi pandemi hingga isu ekonomi global malah meruntuhkan perekonomian negara akibat menurunnya daya beli. Pandemi membuat orang menahan minatnya berkomsumsi tidak hanya disebabkan pembatasan mobilitas tetapi keterbatasan pendapatan yang dimiliki.

 

Alasan masyarakat lapisan menengah ke bawah menahan konsumsi karena kesulitan mendapatkan penghasilan menetap, tetapi masyarakat kelas atas malah lebih memilih menimbun dana mereka di sektor perbankan. Karena tidak bisa kita memberikan sebagian uang kita kepada mereka yang membutuhkan setidaknya andil kita ialah bagaimana memiliki minat membelanjai produk yang dihasilkan masyarakat kita. Proses ini menjadi bentuk menganggarkan dana usaha mereka.

 

Berapa pun besarnya gelontoran dana pemerintah terkhususnya untuk pemulihan konsumsi masyarakat, itu tidak akan bisa terjadi bila aksi masyarakat tidak mau sambung-menyambung napas pelaku UMKM sesamanya. Jadi, persoalannya tidak hanya urusan makro seperti jumlah dan tawaran lapangan kerja tetap yang masih sangat rendah menjadi sebab pendapatan masyarakat.

 

Kondisi ini benar-benar harus melatari masyarakatnya untuk segera melahirkan inovasi agar dapat bertahan hidup. Pemerintah hingga masyarakat harus mengambil perannya masing-masing. Ini menjadi jalan bagi negara Indonesia agar jantung perekonomiannya melalui UMKM masyarakat dapat terus berdetak.

 

(*) Penulis adalah bergiat di PERKAMEN (Perhimpunan Suka Menulis)

 Terbit: 13/04/2022

https://analisadaily.com/e-paper/2022-04-13/files/mobile/index.html#12

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjadwalan Proyek dengan Jaringan PERT/CPM